Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Sebatang Kara yang Meninggal Tak Terurus Negara...

Kompas.com - 02/11/2023, 06:35 WIB
Xena Olivia,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bantuan yang digelontorkan pemerintah tak menjangkau rakyat kecil sebatang kara seperti Y (40) dan N (73). Mereka meninggal begitu saja, tidak terurus oleh negara.

Y meninggal dunia di atas trotoar, Jalan H Fachruddin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2023).

Sehari-hari, wanita itu dikenal sebagai pemulung yang biasa mencari sampah botol bekas, besi bekas, hingga kardus di bilangan Tanah Abang.

Polisi berujar, Y tidak memiliki rumah tetap. Tak ada yang mengetahui pula dari mana ia berasal.

"Sehari-hari tidur di pinggir jalan," ujar Kanit Reskrim Polres Metro Tanah Abang Komisaris Kukuh Islami, sesaat setelah penemuan jasad Y.

Baca juga: Wanita yang Tewas di Tanah Abang Seorang Pemulung, Polisi: Sehari-hari Tidur di Pinggir Jalan

Boro-boro memiliki BPJS atau terdaftar sebagai penerima bantuan pemerintah, Y bahkan tak memiliki kartu tanda penduduk (KTP). Karena itu, jasadnya disimpan di kamar jenazah RSCM, Jakarta Pusat.

Dari keterangan sesama pemulung, polisi mendapatkan informasi, Y punya riwayat penyakit kelenjar getah bening.

Nasib Y serupa dengan N (73). Lansia penjual jamu itu hidup sebatang kara di sebuah kontrakan petak kecil, Jalan Sungai Kampar X Terusan, Nomor 34, Cilincing, Jakarta Utara.

Pada Senin (30/10/2023), N ditemukan meninggal dunia dengan kondisi nyaris membusuk di dalam kontrakannya.

Baca juga: Pedagang Jamu Tewas di Rumah Kontrakan, Polisi: Hidup Sebatang Kara

Tetangga terkejut atas tewasnya N. Beberapa di antara mereka langsung teringat keluhan N yang mengalami sesak napas beberapa hari sebelum ditemukan meninggal dunia.

N sendiri dikenal memiliki riwayat penyakit jantung dan darah tinggi.

Namun, N sedikit lebih beruntung dibandingkan Y. Menurut petugas dasawisma lingkungan setempat, N terdaftar sebagai penerima BPJS gratis dari pemerintah.

"Kartu Indonesia Sehat atau PKH Lansia sih enggak dapat dia. Tapi, BPJS gratis, setahu saya, ada," ujar sang petugas.

Sayangnya, N tidak dapat memanfaatkan betul fasilitas layanan kesehatannya. Sebab, prosesnya dianggap rumit dan berbelit.

Apalagi, N tinggal seorang diri sehingga tak ada yang bisa membantu mengurus administrasinya.

Baca juga: PKL Tanah Abang Kena Pungli Preman, Satpol PP Ingatkan agar Tak Berjualan di Trotoar

Y dan N merupakan potret kemiskinan ekstrem di DKI Jakarta.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) awal 2023 mencatat, jumlah orang miskin di Ibu Kota mencapai 0,89 persen atau setara 95.668 jiwa dari total 10,7 juta penduduk.

Dibandingkan dengan Maret 2021, angkanya naik 0,29 persen. Pada Maret 2021, persentase warga miskin di Jakarta berada angka di 0,6 persen.

Pendataan jadi sorotan

Pengamat Sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati menyayangkan peristiwa nahas yang menimpa Y dan N. Terlebih, itu terjadi di ibu kota negara.

Menurut Devie, semestinya DKI Jakarta menjadi role model cara negara mengurus rakyatnya, terutama dalam hal pendataan masyarakat prasejahtera agar dapat diberi bantuan pemerintah.

"Begitu Jakarta berhasil, rapi, saya yakin semua daerah akan lebih mudah melakukan proses administrasi (pendataan bantuan pemerintah)," ujar Devie.

Pemerintah, baik pusat maupun provinsi, diharapkan memberikan informasi yang detail dan sistematis terkait pendataan rakyat miskin yang belum tersentuh bantuan pemerintah.

Dengan begitu, perangkat pemerintah yang tingkatannya lebih rendah bisa melakukan pendataan dengan baik.

"Tentunya yang punya kewajiban RT dan RW, itulah kenapa mereka ditunjuk sebagai pimpinan lingkungan. Lingkungan mereka kan enggak semuanya punya rumah," imbuh Devie.

Baca juga: Kondisi Istri Hamka Masih Memprihatinkan, Anak Sulung Mulai Membaik

Di sisi lain, Devie mendorong setiap warga untuk lebih peka terhadap lingkungan di sekitarnya.

Apabila ada orang yang memerlukan bantuan, sejatinya siapa pun dapat mendorong aparat pemerintahan tingkat bawah untuk memasukkan orang itu ke dalam program bantuan pemerintah.

"Caranya tentu berbeda-beda. Ada yang mungkin pakai rapat adat dulu, ada yang pakai grup WhatsApp untuk kasih tahu, ‘Yuk, bapak ibu ramai-ramai kita mulai perhatikan kanan-kiri kita kalau ada saudara yang kurang beruntung’. Mengaktifkan kultur tadi harus ada modifikasi, setiap daerah berbeda," ujar Devie.

"Yang krusial adalah semangat untuk melaporkan diri, mendatakan diri, sehingga niat baik pemerintah yang sudah sangat serius (menyediakan layanan masyarakat) bisa merata dirasakan oleh semua orang," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 30 Mei 2024, dan Besok : Pagi Ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 30 Mei 2024, dan Besok : Pagi Ini Cerah Berawan

Megapolitan
Daftar Acara HUT Kota Jakarta ke-497, Ada Gratis Masuk Ancol

Daftar Acara HUT Kota Jakarta ke-497, Ada Gratis Masuk Ancol

Megapolitan
Ada Pembangunan Saluran Air hingga 30 November, Pengendara Diimbau Hindari Jalan Ciledug Raya

Ada Pembangunan Saluran Air hingga 30 November, Pengendara Diimbau Hindari Jalan Ciledug Raya

Megapolitan
Panca Darmansyah Berupaya Bunuh Diri Usai Bunuh 4 Anak Kandungnya

Panca Darmansyah Berupaya Bunuh Diri Usai Bunuh 4 Anak Kandungnya

Megapolitan
Trauma, Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan di Kalideres Tak Mau Sekolah Lagi

Trauma, Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan di Kalideres Tak Mau Sekolah Lagi

Megapolitan
Dinas SDA DKI Jakarta Bangun Saluran Air di Jalan Ciledug Raya untuk Antisipasi Genangan

Dinas SDA DKI Jakarta Bangun Saluran Air di Jalan Ciledug Raya untuk Antisipasi Genangan

Megapolitan
Jaksel dan Jaktim Masuk 10 Besar Kota dengan SDM Paling Maju di Indonesia

Jaksel dan Jaktim Masuk 10 Besar Kota dengan SDM Paling Maju di Indonesia

Megapolitan
Heru Budi: Ibu Kota Negara Bakal Pindah ke Kalimantan Saat HUT ke-79 RI

Heru Budi: Ibu Kota Negara Bakal Pindah ke Kalimantan Saat HUT ke-79 RI

Megapolitan
Bandar Narkoba di Pondok Aren Bersembunyi Dalam Toren Air karena Takut Ditangkap Polisi

Bandar Narkoba di Pondok Aren Bersembunyi Dalam Toren Air karena Takut Ditangkap Polisi

Megapolitan
Siswi SLB di Kalideres yang Diduga Jadi Korban Pemerkosaan Trauma Lihat Baju Sekolah

Siswi SLB di Kalideres yang Diduga Jadi Korban Pemerkosaan Trauma Lihat Baju Sekolah

Megapolitan
Masih Dorong Eks Warga Kampung Bayam Tempati Rusun Nagrak, Pemprov DKI: Tarif Terjangkau dan Nyaman

Masih Dorong Eks Warga Kampung Bayam Tempati Rusun Nagrak, Pemprov DKI: Tarif Terjangkau dan Nyaman

Megapolitan
Suaminya Dibawa Petugas Sudinhub Jakpus, Winda: Suami Saya Bukan Jukir Liar, Dia Tukang Servis Handphone

Suaminya Dibawa Petugas Sudinhub Jakpus, Winda: Suami Saya Bukan Jukir Liar, Dia Tukang Servis Handphone

Megapolitan
Ditangkap Polisi, Pencuri Besi Pembatas Jalan di Rawa Badak Kerap Meresahkan Tetangga

Ditangkap Polisi, Pencuri Besi Pembatas Jalan di Rawa Badak Kerap Meresahkan Tetangga

Megapolitan
Kronologi Terungkapnya Penemuan Mayat Dalam Toren yang Ternyata Bandar Narkoba

Kronologi Terungkapnya Penemuan Mayat Dalam Toren yang Ternyata Bandar Narkoba

Megapolitan
Polisi Proses Laporan Dugaan Pemerkosaan Siswi SLB di Jakbar

Polisi Proses Laporan Dugaan Pemerkosaan Siswi SLB di Jakbar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com