JAKARTA, KOMPAS.com - Masta Tarigan (63) mengatakan, warga Kampung Tanah Merah mempunyai jiwa juang yang sangat tinggi untuk bisa bermukim di wilayah tersebut.
Masta bermukim di Kampung Tanah Merah sejak 1988. Rumahnya tepat pinggir Jalan Perjuangan, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara.
Warga setempat bahkan menyebutnya sebagai sesepuh.
Masta bercerita, setelah dua tahun dia bermukim di sana, atau pada 1991, sebuah peristiwa yang tak diharapkan pun terjadi. Ratusan bangunan di Kampung Tanah Merah digusur oleh pemerintah era Presiden Soeharto, Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto, dan Wali Kota Jakarta Utara Suprawito.
Baca juga: Saat Anies Mengendarai Motor, Menyusuri Jalan Perjuangan di Tanah Merah...
Kala itu tanah kawasan Tanah Merah menjadi sengketa setelah disebut milik Pertamina.
Masta yang akrab disapa opung, bersama warga, hanya bisa pasrah setelah permukiman Kampung Tanah Merah rata dengan tanah.
Pemangku wilayah memberikan uang Rp 37.000 per meter kepada warga sebagai bentuk ganti rugi atas tanah yang telah digusur.
“Ada yang mau (ambil uang ganti rugi), tapi ada yang enggak. Siapa yang pegawai negeri, harus ambil (uang ganti rugi). Kalau enggak diambil, dipecat. Ya begitulah,” ujar Masta menghela napas.
Sementara warga yang menolak digusur dan ogah menerima uang ganti rugi, termasuk Masta. Mereka bertahan dengan mendirikan tenda biru di tengah-tengah tanah sengketa.
Baca juga: Kampanye Perdana, Anies Kenang Karier Politiknya di Jakarta Berawal dari Kampung Tanah Merah
Suatu hari, sejumlah petugas keamanan dan ketertiban (Kamtib) hendak menertibkan tenda yang berdiri di atas tanah gusuran.
Masta dan satu temannya menolak. Cekcok antara Masta dengan petugas tidak terhindarkan.
Waktu itu, tenda tidak dibongkar. Namun, esok harinya sejumlah petugas Kamtib kembali datang, lengkap dengan truk yang siap mengangkut semua barang milik warga. Terpaksa, Masta dan temannya juga kembali melawan.
“Pakai bambu runcing kami. Pas mau ditangkap, saya gigit itu polisi dan tentara, saya tendangi mereka,” ungkap dia.
Hanya saja, ia kehabisan tenaga. Petugas berhasil mengamankan Masta dan temannya karena dianggap melawan petugas. Keduanya dibawa ke Koramil dan kantor polisi.
Baca juga: Luhut Panjaitan Akan Umumkan Nasib Warga Tanah Merah pada 2 April
“Saya tanya, ‘Pak, ada apa ini? Kok saya dibawa ke sini? Salah saya apa, Pak? Apa saya maling? Apa saya membunuh?’, (dijawab) ‘Ibu tadi melawan’. Kalau mau cek, ada foto kami di majalah yang terbit pada saat itu,” ujar Masta.