Padahal pemberian nama pahlawan sebagai nama jalan merupakan upaya negara melestarikan dan menghargai pahlawan.
Atau halte RS Harapan Bunda yang berubah menjadi halte Trikora. Bertahun-tahun saya lewat daerah situ tidak pernah sekalipun mendengar, baik dari masyarakat sekitar maupun dari kondektur bis/awak angkutan yang saya naiki bahwa wilayah RS Harapan Bunda disebut sebagai "Trikora".
Ada wilayah Trikora di Jakarta Timur, namun letaknya ada di kelurahan Halim, alias menunjukkan sekali lagi ketidaktepatan penamaan halte.
Yang unik halte TU Gas yang berubah menjadi Pemuda Merdeka. Terdengar seperti slogan yang harusnya diperdengarkan saat peringatan Sumpah Pemuda, namun kurang tepat jika daerah tersebut disebut Pemuda Merdeka.
Apalagi nama Merdeka sudah menjadi nama merk kue soes sampai nama Restoran Padang.
Penamaan nama halte dengan nama instansi seperti BKN, BNN hingga Samsat sebenarnya jauh dari kesan komersial. Bahkan bisa menjadi petunjuk bagi masyarakat yang akan ke tempat tersebut.
Halte Samsat Dispenda Jakbar, misalnya, namanya bisa menjadi petunjuk masyarakat yang memang mau ke Samsat.
Atau beberapa nama halte yang jauh dari nama komersial ikut diganti. Contoh halte Olimo yang menjadi Taman Sari. Kebon Pala menjadi Matraman Baru. Latuharhary menjadi Flyover Kuningan.
Contoh-contoh penggantian tersebut jelas menunjukkan tujuan penetralan dan penggunaan nama daerah sekitar tidak terlaksana.
Maka Transjakarta harus meninjau ulang nama-nama tersebut. Adakan pula FGD yang mengundang masyarakat sekitar, sosiolog, hingga sejarawan untuk menentukan nama halte yang tepat.
Tidak usah terlalu alergi dengan nama merk yang sudah mendarah daging di daerah tersebut seperti nama Carolus, UI, UKI dan beberapa nama lain karena memang secara sosiologis itulah nama yang diberikan masyarakat kepada daerah tersebut.
Konon meski merk berubah atau bahkan sudah tidak beroperasi, nama tempat sulit berubah seperti halte Palputih yang masih banyak dikenal sebagai Rivoli atau halte BNN (sekarang jadi Cawang Cililitan) masih banyak dikenal orang sebagai daerah "Mayasari", meski sudah dua dekade lebih Mayasari sudah tidak di situ.
Meski begitu, ada beberapa nama halte yang berubah ke nama yang tepat seperti Cipinang Kebonanas menjadi Kebonanas, hingga Pasar Induk Kramat Jati yang menjadi Pasar Induk.
Nama-nama tersebut memang nama yang biasa dipakai masyarakat sebelum kehadiran halte Transjakarta di sana. Nama tersebut yang sebenarnya tepat digunakan.
Penulis usul halte Flyover Raya Bogor agar diubah menjadi Halte Pasarebo karena faktanya sampai sekarang pun pengguna Transjakarta mengenalnya sebagai halte Pasarebo.
Penamaan yang tepat akan menambah kepuasan pelanggan Transjakarta karena mereka akan lebih mudah mencari tujuan terutama tujuan yang mereka belum kenal. Selain itu tentunya melestarikan sejarah setempat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.