Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Sepi Pembeli, Alasan Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Pepaya karena Pasokan Berlimpah

Kompas.com - 24/04/2024, 15:30 WIB
Baharudin Al Farisi,
Larissa Huda

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pedagang di Pasar Induk Kramatjati, Kampung Tengah, Kramatjati, terpaksa membuang puluhan ton pepaya.

Terlepas sepi pembeli, alasan lain yang membuat pedagang pepaya di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, membuang dagangannya karena pasokan berlimpah.

Pasalnya, petani sedang panen raya bersamaan dengan masih sepinya pembeli.

Pembeli yang kebanyakan merupakan pedagang pasar turunan itu belum balik dari kampung ke tanah perantauan.

Baca juga: Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

“Keadaan lagi banyak (pepayanya). Di sana pas lagi panen raya, petaninya. Tapi di sini sepi,” ungkap Romo saat ditemui Kompas.com di Pasar Induk Kramatjati, Rabu (24/4/2024).

Kondisi ini membuat Romo hanya bisa pasrah. Dia merelakan pepayanya sebanyak tiga ton yang tidak lalu dibuang karena sudah busuk.

“Kalau pepaya kurang (tidak berlimpah seperti sekarang), itu yang belanja berani. Dan tukang keteng-keteng kayak begitu, biasanya, kalau lagi kurang (pasokannya), enak jualannya yang ngeteng begitu,” kata Romo.

“Kalau pepaya lagi kurang banyak, itu enak. Jadi, pedagang-pedagang di pasar turunan, berani. Biar harga berapa, berani saja. Dia di sana jualnya juga enak begitu lho. Kan di sana diketeng lagi,” lanjutnya.

Pedagang pepaya lain di Pasar Induk Kramatjati bernama Ady (35) juga mengungkapkan, kebanyakan pembeli yang merupakan pedagang pasar turunan itu belum balik dari kampung.

“Yang belanja belum pada balik ke Jakarta,” kata Ady dalam kesempatan berbeda.

Baca juga: Harga Pepaya di Pasar Induk Kramatjati Anjlok, Pedagang: Tombok Terus

Dengan begitu, tidak sedikit pedagang di Pasar Induk Kramatjati terpaksa membuang dagangannya kurang laku beberapa waktu terakhir ini.

Jumlah yang mereka buang pun tidak main-main, bisa mencapai satu ton lebih.

“Iyalah (lebih dari satu ton). Satu mobil (truk) itu 8 ton (pepaya). Paling, yang terjual itu 5 ton atau 4 ton, sisanya dibuang,” ungkap Ady.

Demi mengurangi kerugian, pedagang terpaksa menurunkan harga jual dagangannya per kilogram.

“Harga memang lagi benar-benar jatuh. Kalau lagi normal, bisa sampai Rp 7.000 atau Rp 8.000. Kalau sekarang penjualannya bisa sampai Rp 3.000,” kata Romo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Megapolitan
Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Megapolitan
Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Megapolitan
Expander 'Nyemplung' ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Expander "Nyemplung" ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Megapolitan
Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Megapolitan
Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Megapolitan
Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

Megapolitan
Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com