Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penolakan Revisi UU Penyiaran Menguat, Kebebasan Pers Terancam dan Demokrasi Dikhawatirkan Melemah

Kompas.com - 28/05/2024, 07:28 WIB
Shela Octavia,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gelombang penolakan terhadap rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI merevisi Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran semakin menguat.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan 12 organisasi pers serta lembaga pers mahasiswa menyatukan kekuatan untuk berunjuk rasa di depan gedung DPR RI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).

Sejumlah organisasi pers yang turut dalam aksi demonstrasi, antara lain, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta Raya; Pewarta Foto Indonesia (PFI); Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi (SINDIKASI); dan LBH Pers Jakarta.

Sementara itu, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang ikut turun ke jalan yakni LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; LPM Progress Universitas Indraprasta PGRI; LPM KETIK PoliMedia Kreatif Jakarta; LPM Parmagz Paramadina; LPM SUMA Universitas Indonesia; LPM Didaktika Universitas Negeri Jakarta; LPM ASPIRASI-UPN Veteran Mata IBN Institute Bisnis Nusantara; LPM Media Publica; dan LPM Unsika.

Meski dikawal oleh ratusan personel TNI dan Polri, massa yang berkumpul sejak pukul 09.42 WIB terus meneriakkan yel-yel, menyerukan penolakan revisi UU Penyiaran.

Bermodalkan dua spanduk bertuliskan “Tolak Revisi UU Penyiaran” dan “Dukung Kebebasan Pers, Tolak Revisi UU Penyiaran”, massa melawan panasnya terik matahari Jakarta.

Baca juga: Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI: Ini Skenario Besar Pelemahan Demokrasi

Sejumlah pamflet bertuliskan kalimat penolakan terhadap revisi UU Penyiaran diangkat tinggi-tinggi. Beberapa di antaranya sengaja diletakkan di depan gedung DPR sebagai pengingat bahwa jurnalis akan terus bersuara.

Pamflet beraneka warna itu juga dipenuhi beragam tulisan dan jargon. Beberapa di antaranya, “Stop Kriminalisasi Jurnalis! Pers Merdeka, Rakyat Berdaya”, “Suara Kami Tidak Akan Bisa Dibungkam”, dan “Pers Bukan Papan Iklan, Bebasin Dong”.

Poin-poin Penolakan

Dalam orasi yang disampaikan secara bergantian oleh sejumlah ketua dan perwakilan lembaga pers yang hadir, gabungan organisasi ini menyebutkan ada lima poin penolakan dalam aksi unjuk rasa mereka. 

Pertama, rencana revisi UU Penyiaran dinilai mengancam kebebasan pers. Sejumlah pasal yang tengah dibahas dinilai memberikan kewenangan berlebih kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengatur konten media.

“Hal ini dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan,” ucap perwakilan AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, melalui keterangan resminya.

Upaya pembungkaman pers dinilai termuat dalam draf RUU Penyiaran Pasal 8A huruf q, Pasal 50B huruf c, dan Pasal 42 ayat 2.

Sejumlah orator menyampaikan, revisi UU Penyiaran tidak hanya membatasi ruang gerak pers atau media, tapi juga berpotensi mengekang kebebasan warga negara lainnya.

Baca juga: Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI Tegaskan Jurnalisme Investigatif Tak Berdampak Buruk

Selain itu, revisi UU Penyiaran juga dinilai berpotensi memudahkan proses kriminalisasi terhadap jurnalis, terutama mereka yang beritanya dinilai kontroversial.

“Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf Pasal 51E,” tegas Irsyan.

Pada poin penolakan kelima, disebutkan bahwa revisi UU Penyiaran dapat mengancam keberlangsungan lapangan kerja bagi pekerja kreatif. Misalnya, mereka yang menekuni YouTube, siniar, dan bentuk media sosial lainnya.

“Kami menuntut dan menyerukan agar DPR RI segera menghentikan pembahasan revisi Undang-undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah ini,” lanjut Irsyan.

Massa juga menyuarakan agar proses penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil.

Selain itu, DPR juga diminta untuk memastikan regulasi serupa sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers.

Massa pun menyerukan agar seluruh insan pers di Indonesia menyiapkan diri untuk turun ke jalan demi menyuarakan penolakan terhadap rencana revisi UU Penyiaran.

Jurnalisme investigatif

Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) AJI periode 2024-2027, Bayu Wardhana mempertanyakan alasan anggota dewan yang ingin melarang jurnalisme investigatif lewat revisi UU Penyiaran.

Produk jurnalisme investigatif justru dinilai Bayu lebih banyak memberikan dampak positif kepada masyarakat.

Baca juga: Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI: Ini Skenario Besar Pelemahan Demokrasi

Ia mencontohkan hasil kerja jurnalisme investigatif dalam kasus pembunuhan yang melibatkan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo. Jika tidak ada pers, kata Bayu, kasus Sambo tidak akan terungkap.

Contoh lainnya, kasus korupsi dana bantuan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Bayu mengatakan, kasus tersebut baru terkuak usai diinvestigasi oleh jurnalis.

“Kalau tak ada investigasi, masyarakat tidak tahu dan korupsi itu akan terjadi terus,” kata Bayu.

Bayu mengatakan, dua contoh ini sudah menjadi bukti bahwa berita-berita investigatif memberikan dampak positif kepada masyarakat.

“Investigasi dampak buruknya di mana? Investigasi itu dampak buruknya adalah untuk pelaku korupsinya, itu akan memberi dampak buruk. Tapi untuk masyarakat itu tidak pernah ada dampak buruknya, selalu memberi dampak baik,” ucap Bayu lagi.

Pelemahan demokrasi

Dalam orasinya, Bayu mengingatkan, rencana revisi UU Penyiaran hanya satu dari sebuah rangkaian. Menurutnya, saat ini, ada skenario besar yang tengah disusun oleh penguasa untuk melemahkan demokrasi.

“Ini skenario besar kenapa kita harus tolak (revisi) UU penyiaran karena ini bagian dari pelemahan masyarakat sipil, pelemahan demokrasi,” ungkap Bayu.

Menurut Sekjen AJI ini, satu per satu pilar demokrasi mulai dipereteli. Mulai dari lembaga yudikatif yang dilemahkan melalui revisi UU MK.

Kemudian, lembaga legislatif yang juga terus dilemahkan. Dan, kini, lembaga pers.

Tidak sampai di sana, Bayu mengatakan, skenario selanjutnya juga mulai dilaksanakan. Salah satunya, dengan upaya untuk menaikkan uang kuliah tunggal (UKT).

“Karena biayanya tinggi, maka yang masuk ke kampus adalah mahasiswa-mahasiswa golongan tertentu yang mungkin tidak kritis pada pemerintahan sekarang,” lanjutnya.

Respons DPR

Beberapa jam setelah aksi unjuk rasa digelar, anggota Komisi I DPR, M Farhan, yang turut terlibat dalam proses pembahasan revisi UU Penyiaran menemui massa.

Kader Partai Nasdem ini menyatakan, dirinya mendukung penuh kebebasan pers dan kebebasan berekspresi masyarakat.

Meski demikian, Farhan mengaku tidak bisa serta merta membatalkan atau menghentikan proses pembahasan revisi UU Penyiaran yang tengah berlangsung di DPR.

“Kalau saya anggota DPR satu-satunya, saya berhentiin semuanya. Tapi, ada 580 orang yang mewakili 580 kepentingan. Masing-masing punya kepentingan. Dan, dalam alam demokrasi semua kepentingan harus ditampung,” ucap Farhan saat menemui massa.

Baca juga: Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI Tegaskan Jurnalisme Investigatif Tak Berdampak Buruk

Farhan menjelaskan, pembahasan revisi UU Penyiaran dilakukan mengikuti perubahan kluster dalam Undang-undang Cipta Kerja. Menurutnya, jika induk suatu peraturan diubah, peraturan yang mengikuti juga harus menyesuaikan.

Menjawab gejolak penolakan yang ada, Farhan menegaskan, pintu revisi masih terbuka lebar. Namun, saat ini, DPR masih memperhitungkan apakah agenda pembahasan UU Penyiaran akan jatuh dalam kewenangan anggota DPR periode ini atau merupakan hak dari pemerintahan selanjutnya.

“Secara teknis, begitu pintu revisi dibuka maka apa pun bisa masuk bisa keluar,” lanjutnya.

Kontrol media

Pada saat bersamaan, Farhan tidak menampik bahwa ada pihak-pihak yang menginginkan agar media dapat dikontrol dan dikendalikan.

“Tetapi, jangan salah, ada juga yang ngajak agar supaya media dan pers dikontrol lagi seperti zaman dulu, ada. Enggak salah itu,” ucap Farhan.

Kendati demikian, Farhan enggan menyebutkan siapa tokoh yang mengemukakan pendapat tersebut.

“Enggak tahu saya, juga enggak tahu siapa yang masukin pasal itu. Apa pun alasan mereka, mereka ingin memastikan bahwa ada kendali atau pengontrolan terhadap media,” ungkap Farhan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polda Metro Sebut Judi 'Online' Kejahatan Luar Biasa, Pemberantasannya Harus Luar Biasa

Polda Metro Sebut Judi "Online" Kejahatan Luar Biasa, Pemberantasannya Harus Luar Biasa

Megapolitan
Polisi Deteksi 3 Pelaku Lain di Balik Akun Facebook Icha Shakila, Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Polisi Deteksi 3 Pelaku Lain di Balik Akun Facebook Icha Shakila, Dalang Kasus Ibu Cabuli Anak

Megapolitan
Rombongan 3 Mobil Tak Bayar Usai Makan di Depok, Pemilik Restoran Rugi Rp 829.000

Rombongan 3 Mobil Tak Bayar Usai Makan di Depok, Pemilik Restoran Rugi Rp 829.000

Megapolitan
Kapolri Rombak Perwira di Polda Metro, Salah Satunya Posisi Wakapolda

Kapolri Rombak Perwira di Polda Metro, Salah Satunya Posisi Wakapolda

Megapolitan
Modus Preman Palak Bus Wisata di Gambir: Mengadang di Pintu Stasiun, Janjikan Lahan Parkir

Modus Preman Palak Bus Wisata di Gambir: Mengadang di Pintu Stasiun, Janjikan Lahan Parkir

Megapolitan
Kapolda Metro: Judi 'Online' Cuma Untungkan Bandar, Pemain Dibuat Rugi

Kapolda Metro: Judi "Online" Cuma Untungkan Bandar, Pemain Dibuat Rugi

Megapolitan
Bocah Tewas Terjatuh dari Lantai 8 Rusunawa Cakung, Polisi: Jendela untuk Bersandar Tidak Kokoh

Bocah Tewas Terjatuh dari Lantai 8 Rusunawa Cakung, Polisi: Jendela untuk Bersandar Tidak Kokoh

Megapolitan
Sejak 2023, 7 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosi Situs Judi 'Online'

Sejak 2023, 7 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosi Situs Judi "Online"

Megapolitan
Momen Haru Risma Peluk Pelajar di Tanimbar yang Bipolar dan Dibesarkan Orangtua Tunggal

Momen Haru Risma Peluk Pelajar di Tanimbar yang Bipolar dan Dibesarkan Orangtua Tunggal

Megapolitan
Kapolda Metro Perintahkan Kapolres-Kapolsek Razia Ponsel Anggota untuk Cegah Judi “Online”

Kapolda Metro Perintahkan Kapolres-Kapolsek Razia Ponsel Anggota untuk Cegah Judi “Online”

Megapolitan
Bocah yang Jatuh dari Lantai 8 Rusunawa di Cakung Ternyata Ditinggal Orangtunya Bekerja

Bocah yang Jatuh dari Lantai 8 Rusunawa di Cakung Ternyata Ditinggal Orangtunya Bekerja

Megapolitan
Bawaslu DKI Mengaku Kekurangan Personel Jelang Pilkada 2024

Bawaslu DKI Mengaku Kekurangan Personel Jelang Pilkada 2024

Megapolitan
Polisi Bakal Mediasi Kasus Ojol yang Tendang Motor Warga di Depok

Polisi Bakal Mediasi Kasus Ojol yang Tendang Motor Warga di Depok

Megapolitan
Polda Metro Buka Peluang Kembali Periksa Firli Bahuri di Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Polda Metro Buka Peluang Kembali Periksa Firli Bahuri di Kasus Dugaan Pemerasan SYL

Megapolitan
 Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosikan Judi Online, Polisi : Baru Terima Gaji Rp 3 juta

Selebgram Bogor Ditangkap karena Promosikan Judi Online, Polisi : Baru Terima Gaji Rp 3 juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com