Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Revisi Bahasa Isyarat di Indonesia

Kompas.com - 29/09/2013, 12:00 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Sistem isyarat bahasa Indonesia untuk penyandang tunarungu yang diterapkan di Indonesia, selama ini justru tidak dapat dipahami oleh penderita tunarungu. Hal itu disebabkan bahasa isyarat untuk tunarungu dibuat tanpa berdasarkan kebiasaan penyandang tuna rungu.

Pinky Warouw, aktifis Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu (Gerkatin) mengatakan, bahasa isyarat versi pemerintah tersebut cenderung rumit dimengerti karena awalnya mengadopsi bahasa isyarat dan kebiasaan penyandang tunarungu dari negara lain.

"Padahal kebiasaan antara tunarungu di sini dan tempat lain berbeda," ujarnya dalam aksi unjuk rasa damai di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (29/9/2013).

Pinky mengungkapkan, ketika bahasa isyarat yang diterapkan justru tidak dapat dipahami penyandang tuna rungu, maka tujuan mencerdaskan kaum tunarungu menjadi tidak terlaksana. Hal itu seperti yang terjadi di sekolah-sekolah khusus maupun seperti di tayangan program televisi.

"Program berita TV pada zaman dulu kenapa dihilangkan, ya karena diprotes kaum tunarungu. Mereka malah tidak mengerti karena berbeda dengan bahasa mereka sehari-hari," ungkapnya.

Pinky menjelaskan, misalnya untuk mengkomunikasikan isyarat "pengangguran". Dalam bahasa isyarat versi pemerintah yang ditampilkan di televisi dan pola pengajaran di sekolah, maka gerak tangan yang ditampilkan adalah dengan mengeja huruf-huruf pada kata dasar "anggur". Yang terjadi justru penyandang tunarungu mempersepsikannya dengan buah anggur.

Padahal kata Pinky, bahasa isyarat untuk kata "pengangguran", cukup dengan melakukan gerakan wajah bengong disertai dengan gerak tangan tertentu yang mengisyaratkan orang itu tidak melakukan apapun.

"Kalau mengeja huruf per huruf jadinya kan lama," ungkapnya sambil memperagakan bahasa isyarat yang semestinya.

Selain itu, lanjut Pinky, dalam bahasa isyarat di televisi, interpreter juga membawakan dengan mimik yang serius dan cenderung datar. Padahal, mimik memegang peranan penting dalam penyampaian bahasa isyarat.

Untuk itu, Pinky menegaskan sudah saatnya pemerintah mengakomodir aspirasi penderita tunarungu dengan menerapkan bahasa aslinya yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, penyandang tunarungu dapat memperoleh kecerdasan yang sama dan dapat bersaing dengan orang normal dalam hal pekerjaan, pendidikan dan aksesibilitas.

"Ketiganya tentu bisa diraih jika bahasa mereka bisa setara dengan bahasa Indonesia," pungkas Pinky.

Dalam aksi di Bundaran HI, puluhan penyandang tunarungu hadir dari berbagai tempat di Jakarta. Mereka berasal dari berbagai komunitas yang seluruhnya tergabung di dalam Gerkatin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pungli di Masjid Istiqlal Patok Tarif Rp 150.000, Polisi: Video Lama, Pelaku Sudah Ditangkap

Pungli di Masjid Istiqlal Patok Tarif Rp 150.000, Polisi: Video Lama, Pelaku Sudah Ditangkap

Megapolitan
Orangtua Korban Tragedi 1998 Masih Menunggu Anak-anak Pulang Sekolah...

Orangtua Korban Tragedi 1998 Masih Menunggu Anak-anak Pulang Sekolah...

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, Senin 13 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, Senin 13 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Peringati Tragedi Mei 1998, Peserta 'Napak Reformasi' Khusyuk Doa Bersama dan Tabur Bunga

Peringati Tragedi Mei 1998, Peserta "Napak Reformasi" Khusyuk Doa Bersama dan Tabur Bunga

Megapolitan
Diduga Bakal Tawuran, 33 Remaja yang Berkumpul di Setu Tangsel Dibawa ke Kantor Polisi

Diduga Bakal Tawuran, 33 Remaja yang Berkumpul di Setu Tangsel Dibawa ke Kantor Polisi

Megapolitan
Rute KA Dharmawangsa, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Dharmawangsa, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com