Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilihan Jokowi, Kendaraan Pribadi atau Kurangi Macet?

Kompas.com - 20/02/2014, 13:54 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat tata kota Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bisa saja menunda pembangunan proyek enam ruas jalan tol di DKI. Hal itu bergantung pada keberpihakan Jokowi, apakah berpihak pada pertambahan jumlah kendaraan atau mengurangi kemacetan.

"Jokowi tidak bisa membatalkan proyek itu karena itu kuasanya pusat. Jokowi hanya bisa menunda. Itu juga tergantung dia," ujar Nirwono saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/2/2014).

Nirwono menjelaskan bahwa proyek itu telah masuk ke dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pembahasan Perda itu sudah ada sejak tahun 2005 hingga 2010, sebelum Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memimpin Jakarta.

Oleh sebab itu, Nirwono yakin penundaan pembangunan proyek yang diperkirakan menelan dana Rp 42 miliar itu merupakan langkah strategis untuk menghindari konfrontasi birokrasi antara Pemprov DKI dengan dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Menurutnya, penundaan pembangunan proyek itu sangatlah penting. Sebab, pendapat banyak ahli di bidang transportasi, pembangunan jalan sama saja mengakomodasi kendaraan pribadi sehingga sama sekali tidak menyelesaikan kemacetan di Jakarta.

"Ini jelas bertentangan dengan semangat pemda untuk bangun transportasi massal. Daripada buang uang untuk bangun jalan tol, kenapa enggak pemerintah pusat dan pemda kerja sama saja bangun transportasi massal, jauh lebih efektif," kata Nirwono.

Nirwana berharap Jokowi mengkaji ulang pemberian izin proyek tersebut. Keputusan Jokowi, lanjut Nirwono, bakal menyiratkan keberpihakannya terhadap kebijakan mengurangi kemacetan.

Sebelumnya diberitakan, proyek enam ruas jalan tol direncanakan dimulai pertengahan 2014. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menetapkan PT Jakarta Toll Road Development (JTD) sebagai pemenang proyek itu. Enam tol yang dimaksud ialah Kampung Melayu-Kemayoran (6,6 km), Semanan-Sunter (melalui Rawabuaya) (22,8 km), Kampung Melayu-Duri Pulo (melalui Tomang) (11,4 km), Sunter-Pulogebang (melalui Kelapa Gading) (10,8 km), Ulujami-Tanah Abang (8,3 km), dan Pasar Minggu-Casablanca (9,5 km). Pada awal kepemimpinannya, Jokowi sempat menolak proyek itu dan lebih berkomitmen memperbanyak transportasi massal. Namun, belakangan, Jokowi menyetujui izin pembangunan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Megapolitan
Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Megapolitan
Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Megapolitan
Expander 'Nyemplung' ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Expander "Nyemplung" ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Megapolitan
Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Megapolitan
Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Megapolitan
Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

Megapolitan
Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com