Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompolnas: Polri Gagal Bina Relasi Personal Anggota

Kompas.com - 25/03/2014, 11:09 WIB
Fitri Prawitasari

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Hamidah Abdurrachman berpandangan, kasus penembakan AKBP Pamudji oleh Brigadir Susanto menunjukkan kegagalan Polri membangun sistem hubungan personal di kepolisian.

"Kasus Brigadir S ini sangat personal, ada kegagalan membangun sistem human relation yang lebih baik antar-anggota Polri dan ada kesalahan sistem dalam penataan SDM," ujarnya ketika dihubungi, Selasa (25/3/2014).

Untuk membina hubungan baik di antara anggota kepolisian, kata Hamidah, komunikasi harus dibangun layaknya dalam satu keluarga. "Seperti keluarga, saya kira harus ada rasa saling menghargai, dilandasi nilai persaudaraan," ujarnya.

Sementara itu, dihubungi secara terpisah, anggota komisioner Kompolnas lainnya, Edi Saputra Hasibuan, mengatakan bahwa kasus ini menjadi pelajaran bagi semua anggota kepolisian. Perlu tindakan pembinaan untuk pencegahan terjadinya kasus serupa.

"Kami menginginkan Polri perlu melakukan pembinaan agar tidak ada lagi anggota melawan pimpinan atau menembak pimpinan. Artinya, kasus semacam ini harus kita tekan sekecil mungkin," ujarnya.

Seperti diberitakan, AKBP Pamudji ditemukan tewas dengan luka tembak di kepala, Selasa (18/3/2014) malam. Dalam kejadian itu, Susanto, anak buahnya di kesatuan Pelayanan Markas (Yanma), ditetapkan sebagai tersangka.

Sebelum penembakan, Pamudji diketahui menegur Susanto karena tidak berseragam dinas. Teguran itulah yang diduga  menjadi pemicu penembakan.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto mengatakan, teguran yang dilakukan Pamudji bersifat umum layaknya pemberian teguran dari atasan ke bawahan.

"Kami di anggota kepolisian melakukan tindakan yang sama kepada semua anggota yang tidak sesuai dengan aturan, misal tidak pakai pakaian dinas, atau pekerjaannya tidak beres," ujarnya.

Dia pun mengatakan, tidak ada sesuatu yang luar biasa yang memicu terjadinya penembakan, misalnya hubungan di antara keduanya tidak baik, atau teguran kasar yang dilakukan oleh Pamudji.

"Kita tahu Pak Pamudji lembut, tidak mungkin dia mengeluarkan kata-kata kotor," kata Rikwanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

Megapolitan
Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Megapolitan
Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya 'Nyentong' Nasi Sendiri

Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya "Nyentong" Nasi Sendiri

Megapolitan
Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Megapolitan
Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Megapolitan
KPU DKI Terima 2 Bacagub Independen yang Konsultasi Jelang Pilkada 2024

KPU DKI Terima 2 Bacagub Independen yang Konsultasi Jelang Pilkada 2024

Megapolitan
Kecamatan Grogol Petamburan Tambah Personel PPSU di Sekitar RTH Tubagus Angke

Kecamatan Grogol Petamburan Tambah Personel PPSU di Sekitar RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Alasan Pria Ini Bayar Sesukanya di Warteg, Ingin Makan Enak tapi Uang Pas-pasan

Alasan Pria Ini Bayar Sesukanya di Warteg, Ingin Makan Enak tapi Uang Pas-pasan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com