Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monorel Jakarta Terhambat Perjanjian Kerja Sama

Kompas.com - 28/04/2014, 14:18 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pemprov DKI Jakarta masih belum menemukan titik terang bersama investor monorel, PT Jakarta Monorail (JM), untuk melanjutkan monorel yang mangkrak sejak 2007. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, pihaknya masih menunggu kesepakatan perjanjian kerja sama (PKS) baru antara kedua belah pihak.

"Masih menunggu PKS-nya," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Senin (28/4/2014). 

Pemprov DKI, kata dia, masih menghitung aspek properti yang diajukan oleh PT JM dalam perencanaan bisnis monorel. Di dalam PKS yang lama, kata dia, ada klausul yang menyebutkan hak PT JM untuk mengelola lahan seluas 200.000 meter persegi.

PT JM mengajukan usulan untuk membangun pusat perbelanjaan di depo monorel tersebut. Tanah itu merupakan tanah kepemilikan Pemprov DKI Jakarta. Saat ini, pihaknya sedang menghitung berapa besar biaya sewa yang harus dibayarkan PT JM kepada Pemprov DKI.

"Mereka mesti bayar ke kita (DKI) dong, itu haknya pemda. Seperti bayar sewa dan kita dapat kompensasi dari situ, pokoknya mereka harus bisa menutupi biaya-biayanya," kata Basuki. 

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berpendapat PT JM harus dapat menyelesaikan berbagai aspek di dalam business plan terlebih dahulu, sebelum menyepakati dua klausul dalam PKS baru yang diajukan DKI.

Jokowi enggan terburu-buru untuk memberikan tenggat waktu kepada PT JM untuk menyelesaikan berbagai aspek dalam business plan. Apabila terburu-buru, maka Pemprov DKI pula yang harus bertanggung jawab.

Dua klausul baru yang diajukan adalah penyelesaian pembangunan satu jalur monorel selama tiga tahun serta pemberian jaminan kepada Pemprov DKI, sebesar 5 persen dari total investasi monorel.

Meskipun di dalam klausul itu DKI memberi tenggat waktu selama tiga tahun untuk menyelesaikan jalur monorel, hingga 2017, Jokowi tidak memberi batas waktu kepada PT JM untuk memenuhi syarat-syarat yang ada.

Pada kesempatan berbeda, Asisten Sekda bidang Perekonomian DKI Jakarta Hasan Basri Saleh mengungkapkan dua aspek yang masih dalam kajian dan harus dipenuhi oleh PT JM, yakni aspek realistis dan keberlanjutan. Hasan mengatakan, Jokowi tidak menginginkan saat monorel dijalankan, justru berhenti di tengah jalan begitu saja atau hanya beroperasi hingga lima tahun.

Jokowi menginginkan semua moda transportasi massal Jakarta bertahan lama seperti mass rapid transit (MRT) di London. Sementara itu, untuk aspek realistis, PT JM harus dapat mengubah desain jalan di jalan-jalan yang akan dilalui monorel. Salah satu perubahan desain tata ruang yang terjadi adalah adanya jalan layang non-tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang.

"Otomatis ada perubahan desain. Jadi, harus realistis juga secara teknis," kata Hasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com