Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Runtuhnya Rasa Aman di Lingkungan Sekolah

Kompas.com - 05/05/2014, 20:46 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Sekolah kembali menjadi saksi peristiwa kekerasan. Renggo Khadafi (11), siswa kelas V SD Negeri 09 Makasar, Jakarta Timur, tewas di tangan rekan-rekannya. Penyebabnya sepele. Ia tidak sengaja menumpahkan gelas minuman es seharga Rp 1.000.

Gara-gara persoalan remeh itu, nyawa Renggo melayang pada Minggu (4/5) dini hari. Keluarganya menjerit berontak, sedih, dan menanyakan di mana peran sekolah. ”Ada apa dengan anak saya di sekolah?” tanya Yesi Kuswadewi (31), orangtua asuh Renggo.

Kasus ini hanya pucuk dari gunung es masalah pendidikan di Tanah Air. Berdasarkan catatan Penelitian dan Pengembangan Kompas, kurun Februari 2013-April 2014, ada 10 kasus kekerasan menonjol di lingkungan sekolah. Dua hari sebelum kasus Renggo terjadi kekerasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Cilincing, Jakarta Utara. Taruna STIP bernama Dimas Dikita Handoko (19) tewas dianiaya seniornya. Kekerasan seksual juga terjadi pada seorang murid TK Jakarta International School.

Berdasarkan cerita Renggo sebelum meninggal kepada Yesi, kekerasan itu terjadi saat jam istirahat, Senin (28/4), tidak lama setelah dia menjatuhkan minuman es milik S (12), siswa kelas VI. Renggo sudah mengganti minuman itu dengan uang Rp 1.000, tetapi S masih mendendam dan marah.

Setelah peristiwa itu, tiga kakak kelas Renggo, dipimpin S, menggiringnya ke ruang kelas V B di SD Negeri 09 Makasar. Ketiganya meminta semua siswa di dalam kelas keluar. Dua rekan S berinisial Ar (12) dan Ag (12) bertugas mengamankan situasi dengan menjaga pintu tetap tertutup. Tanpa basa-basi, S menghajar Renggo sepuasnya.

Pada awalnya penganiayaan dilakukan tanpa alat. Kemudian dilanjutkan dengan gagang sapu. Di akhir penganiayaan itu, S dan dua rekannya bersama-sama menghajar Renggo.

Akibat penganiayaan itu, bibir Renggo bengkak, perut bagian kiri luka lebam, dan kedua pergelangan tangan juga lebam. Sepintas luka itu tidak seberapa, tertutup postur tubuh Renggo yang gemuk, berbobot 57 kilogram. Namun, setelah diperiksa dokter, baru diketahui lambungnya hancur. Sehari setelah dihajar rekan-rekannya, Renggo muntah darah. Kondisinya makin memburuk pada Sabtu (3/5) malam.

Renggo kejang-kejang dan berteriak tidak menentu. Keluarga panik lalu membawa ke Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur. Sesampai di RS Polri, nyawa Renggo tidak dapat diselamatkan.

Yesi marah-marah ketika rombongan pejabat Dinas Pendidikan hanya memintanya bersabar. Bukan persoalan menahan sabar. Yesi menuntut pertanggungjawaban sekolah mengapa kekerasan bisa menimpa Renggo di lingkungan sekolah yang mestinya memberikan jaminan rasa aman bagi peserta didik.

”Bapak enak saja meminta saya bersabar,” kata Yesi terisak di rumahnya di Kelurahan Halim Perdanakusuma, Kecamatan Makasar.

Sebelum meninggal, Renggo enggan menceritakan kekerasan yang dialaminya. Yesi terus mendesak dan meminta bocah itu bicara apa adanya. Baru hari Rabu (30/4), dua hari setelah kekerasan menimpanya, Renggo menceritakan peristiwa itu.

Gagal mediasi

Tidak lama kemudian, Yesi ke sekolah meminta pertanggungjawaban guru dan kepala sekolah. Lalu Yesi dipertemukan dengan orangtua S. Namun, pertemuan ini tidak memuaskan Yesi.

Saat ditanya mengenai peristiwa ini, Kepala Sekolah SD 09 Makasar Sri Hartini tidak bersedia memberikan komentar. ”Saya pusing, melihat banyak orang sudah pusing. Tolong jangan tanya saya, ya,” kata Sri.

S dan orangtuanya sempat melayat ke kediaman keluarga Renggo. Namun, S tidak banyak bicara. Kedatangan S memicu amarah Yesi yang belum bisa menerima kenyataan pahit tersebut. S dan orangtuanya lebih banyak diam.

Ketua Satgas Komisi Perlindungan Anak Indonesia M Ihsan menilai keteladanan di sekolah makin luntur. Kekerasan yang menimpa Renggo sudah disiapkan dengan rapi oleh para pelaku.

Dia menduga, pelaku meniru kekerasan dari media, pengasuhan di rumah, ataupun lingkungan bermain mereka. ”Akses anak melihat kekerasan di simpul-simpul itu harus dikurangi,” kata Ihsan.

Minggu malam, penyidik Kepolisian Resor Jakarta Timur membongkar makam Renggo dan membawanya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk diotopsi. ”Kami ingin melihat apakah ada unsur kekerasan pada tubuh korban,” kata Kepala Polres Jakarta Timur Komisaris Besar Mulyadi Kaharni.

Jika memang benar demikian, dunia pendidikan kita darurat.... (Andy Riza Hidayat)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com