Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Perppu, UU, dan Kepastian Ahok Jadi Gubernur

Kompas.com - 23/10/2014, 07:17 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Munculnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah tampaknya menjadi buah simalakama bagi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama.

Bagaimana tidak, setelah pada beberapa hari yang lalu menyatakan kegembiraannya terhadap peraturan tersebut karena di dalamnya terdapat pasal 171 yang mengatur keleluasaan bagi kepala daerah menentukan sendiri wakilnya tanpa persetujuan DPRD, ternyata peraturan tersebut ternyata juga menjadi batu sandungan bagi Ahok untuk bisa naik jabatan secara otomatis.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik. Menurut Taufik, berdasarkan pasal 173 Perppu tersebut, kepala daerah yang mengundurkan diri tidak otomatis digantikan oleh wakilnya.

Apabila masa jabatan kepala daerah yang mengundurkan diri masih di atas 18 bulan, maka penggantinya dipilih oleh DPRD. [Baca: Ahok: Akan Memilih Gubernur Pendamping Ahok, Top Juga Tafsiran M Taufik]

Kata Taufik, munculnya Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah telah menggugurkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang didalamnya berisi pasal yang menyatakan wakil kepala daerah secara otomatis menggantikan posisi gubernur yang meninggal dunia atau mengundurkan diri.

"Jadi Ahok itu belum tentu jadi gubernur karena UU Nomor 32 Tahun 2004 sudah tidak berlaku lagi," kata politisi Partai Gerindra itu saat ditemui, Senin (20/10/2014).

Perbedaan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah memiliki pasal-pasal yang bertolak dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Karena pada Perppu Nomor 1 tahun 2014 menyatakan wakil tidak serta merta naik jabatan apabila kepala daerah mengundurkan diri. Namun, kepala daerah bisa memilih sendiri wakilnya.

Sementara pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diatur peraturan yang menyatakan wakil kepala daerah secara otomatis naik jabatan apabila kepala daerah meninggal dunia atau mengundurkan diri. Namun pada UU ini, wakil kepala daerah pengganti harus dipilih oleh DPRD.

Ahli Hukum Tata Negara Para ahli hukum tata negara memiliki pandangan yang berbeda terhadap masalah ini. Refly Harun menilai pengangkatan Ahok tidak akan terganjal oleh Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah.

"Karena gubernur dan wakil gubernur dipilih sepaket secara langsung, sehingga yang berlaku Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004," ujar pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia itu, Rabu (22/10/2014).

Sementara itu, Margarito Kamis menganggap, Perppu Nomor 1 Tahun 2014 lah yang harusnya dijadikan acuan untuk pengangkatan Gubernur DKI yang baru.

Karena ia menilai, terbitnya Perppu bertujuan untuk menggantikan undang-undang. "Perppu itu sah. UU nomor 32 tahun 2004 sudah dianulir ketika lahirnya Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah.

Sebagian isi Undang-undang ini juga tidak berlaku setelah lahirnya Perppu nomor 1 tahun 2014," kata Margarito yang merupakan pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin.

Konsultasi ke Mahkamah Agung

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyatakan dalam waktu dekat akan melakukan konsultasi ke Mahkamah Agung untuk mencari jalan tengah dari perdebatan itu.

Pras berharap MA bisa menjadi solusi terkait dengan perdebatan peraturan mana yang nantinya akan digunakan untuk penunjukan gubernur definitif DKI yang baru.

"Saya akan minta konsultasi ke MA, supaya tidak ada perdebatan," ucap Pras saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Selasa (21/10/2014). [Baca: Redakan Perdebatan Ahok Vs M Taufik, Ketua DPRD Akan Konsultasi ke MA]

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Naedi Acungkan Jempol dan Tersenyum Usai Faizal Terhasut Bunuh Sang Paman di Pamulang

Naedi Acungkan Jempol dan Tersenyum Usai Faizal Terhasut Bunuh Sang Paman di Pamulang

Megapolitan
PDI-P Bebaskan Sekda Supian Suri Pilih Bakal Calon Wakil Wali Kota di Pilkada 2024

PDI-P Bebaskan Sekda Supian Suri Pilih Bakal Calon Wakil Wali Kota di Pilkada 2024

Megapolitan
Dibacok Empat Kali oleh Keponakan yang Dendam, Penyebab Pria di Pamulang Tewas di Tempat

Dibacok Empat Kali oleh Keponakan yang Dendam, Penyebab Pria di Pamulang Tewas di Tempat

Megapolitan
Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Diduga akibat Penyempitan Jalan Imbas Proyek LRT

Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Diduga akibat Penyempitan Jalan Imbas Proyek LRT

Megapolitan
Bunuh Pamannya, Faizal Emosi Dibangunkan Saat Baru Tidur untuk Layani Pembeli di Warung

Bunuh Pamannya, Faizal Emosi Dibangunkan Saat Baru Tidur untuk Layani Pembeli di Warung

Megapolitan
Hindari Kecurigaan, Faizal Sempat Simpan Golok untuk Bunuh Pamannya di Atas Tumpukan Tabung Gas

Hindari Kecurigaan, Faizal Sempat Simpan Golok untuk Bunuh Pamannya di Atas Tumpukan Tabung Gas

Megapolitan
Minta Dishub DKI Pilah-pilah Penertiban, Jukir Minimarket: Kalau Memaksa, Itu Salah

Minta Dishub DKI Pilah-pilah Penertiban, Jukir Minimarket: Kalau Memaksa, Itu Salah

Megapolitan
Babak Baru Kasus Panca Pembunuh 4 Anak Kandung, Berkas Segera Dikirim ke PN Jaksel

Babak Baru Kasus Panca Pembunuh 4 Anak Kandung, Berkas Segera Dikirim ke PN Jaksel

Megapolitan
KPU DKI Beri Waktu Tiga Hari ke Dharma Pongrekun untuk Unggah Bukti Dukungan Cagub Independen

KPU DKI Beri Waktu Tiga Hari ke Dharma Pongrekun untuk Unggah Bukti Dukungan Cagub Independen

Megapolitan
Mahasiswa Unjuk Rasa di Depan Istana Bogor, Minta Jokowi Berhentikan Pejabat yang Antikritik

Mahasiswa Unjuk Rasa di Depan Istana Bogor, Minta Jokowi Berhentikan Pejabat yang Antikritik

Megapolitan
Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Sudah Jadi Pemandangan yang Umum Setiap Pagi

Banyak Motor Lewat Trotoar di Matraman, Warga: Sudah Jadi Pemandangan yang Umum Setiap Pagi

Megapolitan
Menolak Ditertibkan, Jukir Minimarket: Besok Tinggal Parkir Lagi, Bodo Amat...

Menolak Ditertibkan, Jukir Minimarket: Besok Tinggal Parkir Lagi, Bodo Amat...

Megapolitan
3 Pemuda di Kalideres Sudah 5 Kali Lakukan Penipuan dan Pemerasan Lewat Aplikasi Kencan

3 Pemuda di Kalideres Sudah 5 Kali Lakukan Penipuan dan Pemerasan Lewat Aplikasi Kencan

Megapolitan
Kejari Jaksel: Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta Agar Banyak Peminat

Kejari Jaksel: Rubicon Mario Dandy Dikorting Rp 100 Juta Agar Banyak Peminat

Megapolitan
Jebak Korban di Aplikasi Kencan, Tiga Pemuda di Kalideres Kuras 'Limit Paylater' hingga Rp 10 Juta

Jebak Korban di Aplikasi Kencan, Tiga Pemuda di Kalideres Kuras "Limit Paylater" hingga Rp 10 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com