Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petaka Beras Plastik di Depok...

Kompas.com - 26/05/2015, 14:27 WIB
Tangguh Sipria Riang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Naiman (55) sudah menjadi penyapu jalan dan pengumpul sampah di Depok Jaya selama 35 tahun. Setiap bulan, Naiman mendapat beras hasil pemberian warga perumahan tempat ia bekerja. 

Pada minggu lalu, malapetaka menimpa Naiman dan keluarga. Mereka mengonsumsi beras sumbangan, yang ternyata terbuat dari plastik. Akibatnya, mereka pun keracunan dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit. 

"Dapat berasnya hari Sabtu. Terus, saya olah Minggu. Baru merasakan gejala tidak enak besoknya (Senin)," ungkap istri korban, Nyai Saripah, saat ditemui Kompas.com, Selasa (26/5/2015).

Menurut Saripah, suaminya dan satu rekan seprofesi, Nurman, mendapat 12 liter beras pemberian warga, Sabtu (16/5/2015) pagi. Saat itu, beras yang didapat dibagi dua. Naiman dan Nurman masing-masing menerima 6 liter.

Beras yang dibawa suaminya baru diolah Saripah pada Minggu (17/5/2015) pagi. Saat itu, dia tidak curiga dengan beras yang diolahnya. Bahkan, Naiman sekeluarga sempat menyantap nasi tersebut sebanyak tiga kali pada hari tersebut.

Rinciannya, selain Naiman, anggota keluarga lainnya yang ikut makan adalah istrinya, anak pertamanya yang bernama Nenti (30) dan anaknya yang bernama Khusnul (9), anak kedua Naiman yang bernama Nita (27) beserta suaminya, Asep (35), serta anak bungsu Naiman, Nopriansyah (20).

Keesokan harinya, Naiman sakit kepala ketika bangun pagi. Dia juga merasa mual dan hendak muntah, tetapi tidak bisa keluar. Tak hanya itu, Naiman juga diare hingga badannya lemas seketika. Hal yang sama dirasakan Saripah dan anak keduanya, Nita.

"Saya dan suami tidak enak badan. Anak saya sempat muntah, padahal makannya sedikit. Keluarga lainnya juga ikut makan, tetapi porsinya tidak banyak, jadi tidak terlalu parah sakitnya. Paling susah pas buang air besar," ujarnya.

Setelah kejadian itu, Saripah langsung membuang sisa nasi yang ada, dan memisahkan beras hasil pemberian warga tersebut. Sore harinya, Saripah dan suaminya diantar anaknya, Nita, ke klinik terdekat untuk mendapat perawatan medis. 

Pasca-kejadian tersebut, Naiman tetap berangkat kerja keesokan harinya, Selasa (19/5/2015). Meski masih merasa pusing, Naiman tidak mempersoalkan hal tersebut.

Barulah, saat adik menantunya, Ahmad Suhada, datang berkunjung pada Sabtu (23/5/2015), mereka diberi tahu bahwa beras yang dimakan mengandung plastik. Ahmad kemudian langsung melaporkan hal tersebut kepada salah satu wartawan di Depok, dan diteruskan ke dinas terkait.

"Jadi, waktu itu, adik ipar saya yang lapor ke wartawan, hari Sabtunya. Baru habis itu polisi dan orang dinas datang hari Senin (25/5/2015) kemarin untuk mengambil sampel beras," timpal anak sulung Naiman, Nenti.

Hingga saat ini, beras plastik tersebut masih akan diperiksa di laboratorium dinas terkait dan akan dikaji lebih dalam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com