Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Tukang Ojek Korban Salah Tangkap, Cerminan Peradilan Hanya Ritual

Kompas.com - 30/07/2015, 16:26 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus Dedi (34), tukang ojek yang divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri dan dinyatakan tak bersalah di Pengadilan Tinggi, dianggap merupakan cerminan peradilan di Indonesia. Peradilan dinilai bersifat ritual.

Hal itu dikatakan kriminolog dari Universitas Indonesia, Ferdinand T Andi Lolo. Menurut dia, peradilan hanya bersifat ritual.

"Inilah bahayanya kalau pengadilan kita dijalankan berdasarkan ritual. Jadi, begini, semua seperti mekanis," kata Ferdinand saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/7/2015).

Peradilan mekanis, kata Ferdinand, seperti mengikuti alur skenario bersalah terhadap terdakwa. Para penegak hukum tak memberikan ruang terhadap masukan terdakwa dalam memengaruhi putusannya.

"Hakim hanya cenderung melihat dakwaan jaksa. Jaksa hanya cenderung melihat berkas polisi," kata Ferdinand.

Sementara itu, pihak lain, yakni terdakwa, kurang diberikan kesempatan adil karena ada kecenderungan semua sistem peradilan hanya mendengarkan satu pihak.

"Kalau pengadilan ingin bersifat substansial, kedua belah pihak harus diberikan kesempatan sama, baik jaksa penuntut umum dan terdakwa," kata Ferdinand.

Selain untuk menghindari kekeliruan dalam peradilan, hal itu juga dapat mencegah terjadinya perampasan kemerdekaan bagi seseorang tak bersalah.

"Ini hal yang sangat memalukan karena kasus ini seperti Sengkon Karta dan hal seperti ini sering berulang di peradilan kita," kata Ferdinand.

Kasus Dedi ini terjadi pada 18 September 2014 lalu. Ketika itu, terjadi keributan di pangkalan ojek sekitar Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur. Dua sopir angkot berkelahi karena berebut penumpang. Tukang ojek di sekitar lokasi berusaha melerai keduanya.

Salah satu sopir angkot yang berkelahi itu pulang, tetapi kembali lagi dengan membawa senjata. Namun, ia dikeroyok sejumlah tukang ojek dan sopir angkot lainnya. Akibatnya, sopir angkot itu tewas.

Tujuh hari setelahnya, polisi dari Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur mengejar orang yang menewaskan sopir angkot itu. Pelaku diketahui bernama Dodi, juga seorang sopir angkot.

Namun, bukannya menangkap Dodi, polisi justru menangkap Dedi. Padahal, saat kejadian, Dedi sudah pulang ke rumahnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Namun, proses hukum tetap berjalan sehingga pria itu divonis bersalah oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ia pun mendekam di Rutan Cipinang.

Istri Dedi berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi suaminya. Ia pun meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. (Baca: Sempat Ditahan 10 Bulan, Tukang Ojek Ini Ternyata Tidak Bersalah)

Belakangan, hakim Pengadilan Tinggi mengabulkan banding LBH. Dedi pun dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Melalui rilis No.142/PID/2015/PT.DKI Jo No.1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim, hakim memutuskan Dedi tidak bersalah dan tuntutan jaksa penuntut umum tidak sah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com