Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat "Deadlock", Warga Kampung Pulo Ingin Diskusi Lagi dengan Ahok

Kompas.com - 11/08/2015, 06:22 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komunitas Ciliwung Merdeka yang menjadi perwakilan warga Kampung Pulo menginginkan dilakukan lagi dialog dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait masalah normalisasi Ciliwung. Warga merasa perlu dilakukan dialog lagi dengan Ahok setelah pertemuan terakhir tanggal 4 Agustus 2015 kemarin tidak menghasilkan kesepakatan.

"Dengan deadlock-nya pertemuan itu sebenarnya kami harapkan tetap dibuka pintu dialog selebar-lebarnya. Tetap dibuka usulan konstruktif untuk mencari jalan yang baik dan yang benar," kata Direktur Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi dalam jumpa pers di kantor Ciliwung Merdeka di Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (10/8/2015).

Hasil pertemuan kala itu menurutnya di luar dugaan. Ciliwung Merdeka yang sebelumnya berharap pertemuan menghasilkan nota kesepahaman ternyata gagal terealisasi karena Ahok enggan melakukan kesepakatan lantaran melihat masih terdapat perbedaan tuntutan. Meskipun pada pertemuan 24 Juli 2015, Ahok sempat merespon positif.

"Gubernur menganggap dengan adanya kelompok lain yang berbeda tuntutan, ada yang minta pemukiman lagi, ada yang uang, maka Gubernur beranggapan tidak mau buat kesepakatan dengan kelompok atau komunitas. Jadi maunya perorang. Sehingga dalam pertemuan itu tidak ada dan belum ada kesepakatan apa-apa," ujar Sandyawan.

Ditambah, pada pertemuan terakhir ternyata Ahok lebih memercayai perkataan Lurah Kampung Melayu yang menyebut warga Kampung Pulo menempati tanah negara.

"Yang jelas ada masalah sangat serius karena Gubernur lebih percaya Lurah Kampung Melayu, bahwa 80 surat tanahnya berbentuk akte jual beli di atas lahan negara," ujar Sandyawan.

Tanah adat

Padahal, pihak Ciliwung Merdeka mengklaim, secara de facto dan de jure saat ini warga Kampung Pulo di RW 02 dan RW 03 memiliki tanah-tanah dengan status bekas hak milik adat. Dasar kepemilikannya yakni verponding Indonesia, yang diakui dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 3 Nomor 5 Tahun 1960.

Selain itu, Ciliwung Merdeka mengklaim telah menemukan bukti surat-surat warga Kampung Pulo yang sah, yang telah dikumpulkan dan dikirimkan ke beberapa kementerian, termasuk ke Pemprov DKI. Namun, Pemprov DKI Jakarta dianggap tidak menggubris hal ini.

Salah satu tim kuasa hukum Ciliwung Merdeka, Vera mengatakan, pada pertemuan yang telah dilakukan kemarin, nampaknya tim dari Pemprov DKI Jakarta tidak mengakui hak adat tanah warga. Sikap itu menurutnya tidak sejalan dengan salah satu program Presiden RI Joko Widodo dalam nawacita.

"Mungkin (Pemprov) merasa bawa verponding sudah habis masanya. Tetapi hukum adat di Indonesia tidak bisa dihilangkan. Dan dalam nawacita Jokowi justru ingin sertifikatkan tanah-tanah adat milik warga. Nah, program dua pemerintah (Pemda DKI dan Pemerintah Pusat) ini tidak sejalan," ujar Vera.

Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan Kampung Pulo, Muhammad Holil nampak kecewa dengan gaya bicara pihak Pemprov DKI dan Gubenur Ahok. Holil mengatakan, Ahok cenderung berubah-ubah pernyataannya terkait nasib Kampung Pulo.

"Di sini cara-cara komunikasi yang sangat buruk, di Dinas Perumahan dan Pak Ahok saya katakan," ujar Holil, di kesempatan yang sama.

Salah satu contohnya yang pernah terjadi yakni melalui kebijakan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 190/Tahun 2014, warga Kampung Pulo sempat akan diberikan janji ganti rugi. Namun, tanggal 5 Juli 2015 silam, keputusan itu diganti. Padahal, warga menurutnya sudah sempat menerima kebijakan tersebut.

"Tapi kemudian dinyatakan tidak ada ganti rugi apapun," ujar Holil.

Menurutnya, karena sikap pemerintah yang kerap berubah, perwakilan warga yang menyampaikan kebijakan pemerintah seperti dirinya dan pihak RW kerap jadi sasaran kecurigaan warga. Perwakilan warga malah dianggap menipu dan kongkalikong dengan pemerintah. Holil berharap, pemerintah tidak menganggap kecil perkara yang menyangkut orang banyak.

"Kalau terjadi pemaksaan, akan jadi bentrokan. Masyarakat sudah siap-siap. Harapan saya satu, jangan sampai ada korban. Bisa (melalui) cara hukum," ujar Holil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com