Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Perempuan Rawan Jadi Korban Pembunuhan ...

Kompas.com - 08/09/2015, 06:39 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar tentang perempuan menjadi korban pembunuhan tak pernah surut. Dalam catatan Kompas.com, selama pekan pertama September 2015, telah terjadi dua kasus pembunuhan di Jakarta.

Kasus pertama menimpa Suprapti, Kamis (3/9/2015). Pemilik rumah kos tersebut ditemukan tewas bersimbah darah di kamar kos miliknya di Jalan Tebet Utara 1, Tebet, Jakarta Selatan.

Selain itu, juga ada kasus pembunuhan terhadap Hasani di Kramat Jati, Jakarta Timur (4/9/2015). Pemilik warung di depan rumahnya tersebut ditemukan tewas dalam kondisi leher tergorok.

Belakangan, polisi menangkap pembunuh Suprapti pada Sabtu (5/9/2015) di Majalengka. Pembunuh tersebut, GG (21) dan TA (19), adalah penghuni kos milik Suprapti.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal mengatakan, sejak dua minggu menempati kamar indekos, mereka selalu dimarahi Suprapti. Bahkan, menurut pengakuan GG dan TA, Suprapti tak segan-segan memarahi mereka di hadapan orang lain.
Hal tersebut lah yang kemudian memicu pembunuhan terhadap Suprapti.

Sementara itu, kasus Hasani belum dapat terpecahkan. Polisi masih terus memburu pelaku yang diduga bukan bermoif ekonomi.

Rawan

Perempuan, dalam budaya di Indonesia, dinilai belum mendapatkan tempat sejajar dengan laki-laki. Sehingga, hal ini kerap kali menjadi dasar adanya tindakan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap perempuan.

Kriminolog Universitas Indonesia Yogo Tri Hendiarto mengatakan, perempuan dalam konsep masyarakat patriarki dianggap sebagai mahluk yang lemah. Salah satunya dari proses awal sosialisasi yang menyebut bahwa perempuan adalah mahluk lemah lembut, penyayang dan tidak melakukan kekerasan.

"Sedangkan kalau lelaki disosialisasikan sebagai orang dominan, obsesif, kemudian merasa memiliki perempuan," kata Yogo saat dihubungi Kompas.com, Senin malam.

Dari pandangan tersebut, Yogo menilai bahwa perempuan berisiko untuk menjadi korban pembunuhan oleh laki-laki. Maka itu, pandangan tersebut harus segera diubah.

"Bahwa perempuan juga harus dilindungi, bukan untuk mendapatkan kekerasan," kata Yogo.

Terdapat berbagai macam faktor yang memicu terjadinya kekerasan atau pun pembunuhan terhadap perempuan. Salah satunya terkait posisi perempuan dalam struktur masyarakat.

"Dari proses interaksi dua individu (perempuan dan laki-laki). Apakah proses (interaksi) tadi menimbulkan aksi dan reaksi dari si korban (peremmpuan) terhadap pelaku (laki-laki). Misalnya dari umpatan, cacian itu perempuan bisa jadi korban," kata Yogo.

Dalam beberapa kasus, umpatan dan cacian bisa berujung pada pembunuhan. Hal ini misalnya tercermin pada kasus Deudeuh dan Hayriantira. Keduanya sempat melontarkan umpatan terhadap pelaku, yakni RS dan Andi Wahyudi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

NIK KTP Bakal Dijadikan Nomor SIM Mulai 2025, Korlantas Polri: Agar Jadi Satu Data dan Memudahkan

NIK KTP Bakal Dijadikan Nomor SIM Mulai 2025, Korlantas Polri: Agar Jadi Satu Data dan Memudahkan

Megapolitan
8 Tempat Makan dengan Playground di Jakarta

8 Tempat Makan dengan Playground di Jakarta

Megapolitan
Pegi Bantah Jadi Otak Pembunuhan, Kuasa Hukum Keluarga Vina: Itu Hak Dia untuk Berbicara

Pegi Bantah Jadi Otak Pembunuhan, Kuasa Hukum Keluarga Vina: Itu Hak Dia untuk Berbicara

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria Paruh Baya Pemerkosa Anak Disabilitas di Kemayoran

Polisi Tangkap Pria Paruh Baya Pemerkosa Anak Disabilitas di Kemayoran

Megapolitan
Pengamat: Jika Ahok Diperintahkan PDI-P Maju Pilkada Sumut, Suka Tak Suka Harus Nurut

Pengamat: Jika Ahok Diperintahkan PDI-P Maju Pilkada Sumut, Suka Tak Suka Harus Nurut

Megapolitan
Pria Tanpa Identitas Ditemukan Tewas Dalam Toren Air di Pondok Aren

Pria Tanpa Identitas Ditemukan Tewas Dalam Toren Air di Pondok Aren

Megapolitan
Polisi Dalami Keterlibatan Caleg PKS yang Bisnis Sabu di Aceh dengan Fredy Pratama

Polisi Dalami Keterlibatan Caleg PKS yang Bisnis Sabu di Aceh dengan Fredy Pratama

Megapolitan
Temui Komnas HAM, Kuasa Hukum Sebut Keluarga Vina Trauma Berat

Temui Komnas HAM, Kuasa Hukum Sebut Keluarga Vina Trauma Berat

Megapolitan
NIK KTP Bakal Jadi Nomor SIM Mulai 2025

NIK KTP Bakal Jadi Nomor SIM Mulai 2025

Megapolitan
Polisi Buru Penyuplai Sabu untuk Caleg PKS di Aceh

Polisi Buru Penyuplai Sabu untuk Caleg PKS di Aceh

Megapolitan
Tiang Keropos di Cilodong Depok Sudah Bertahun-tahun, Warga Belum Melapor

Tiang Keropos di Cilodong Depok Sudah Bertahun-tahun, Warga Belum Melapor

Megapolitan
Polri Berencana Luncurkan SIM C2 Tahun Depan

Polri Berencana Luncurkan SIM C2 Tahun Depan

Megapolitan
Caleg PKS Terjerat Kasus Narkoba di Aceh, Kabur dan Tinggalkan Istri yang Hamil

Caleg PKS Terjerat Kasus Narkoba di Aceh, Kabur dan Tinggalkan Istri yang Hamil

Megapolitan
'Call Center' Posko PPDB Tak Bisa Dihubungi, Disdik DKI: Mohon Maaf, Jelek Menurut Saya

"Call Center" Posko PPDB Tak Bisa Dihubungi, Disdik DKI: Mohon Maaf, Jelek Menurut Saya

Megapolitan
Polisi: Ada Oknum Pengacara yang Pakai Pelat Palsu DPR

Polisi: Ada Oknum Pengacara yang Pakai Pelat Palsu DPR

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com