Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah dari Mantan Bos Konveksi yang Kini Memilih Jadi "Driver" GrabCar

Kompas.com - 04/04/2016, 06:35 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com — Tidak terpikirkan oleh Alung (38) untuk menjadi pengemudi atau driver salah satu layanan Grab, GrabCar. Pengalamannya selama berkutat di bidang usaha konveksi baju hingga menjual makanan khas Palembang, pempek, akhirnya menuntun Alung untuk menekuni pekerjaan sebagai pengemudi GrabCar secara penuh atau full time.

"Saya dulu usaha konveksi baju-baju pesanan orang. Pegawainya ada tujuh orang, produksi rumahan, tetapi untungnya lumayan sampai ratusan juta," kata Alung saat berbincang dengan Kompas.com di bilangan Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Minggu (3/4/2016) malam.

Usaha itu digeluti pria asal Lampung, Sumatera Selatan, itu, lebih dari lima tahun. Semakin ke sini, dia melihat pasar produk konveksi semakin menurun. Penurunan pesanan pun kian terasa hingga Alung memutuskan untuk tidak melanjutkan usaha konveksinya.

Keputusan sulit itu diambil bukan tanpa pertimbangan. Alung menilai, iklim usaha konveksi sudah tidak seperti dulu lagi. Untuk Lebaran tahun lalu saja, rekannya yang memiliki beberapa kios di Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengeluhkan sepinya pembeli.

"Teman saya curhat, 'Ini orang Lebaran enggak beli baju baru apa?' Akhirnya, baju yang sudah diproduksi diecer ke toko-toko kecil. Saya putar otak, harus apa ini, harus kerja apa. Urusan perut kan enggak bisa kompromi, ya sudah saya coba jualan pempek," tutur Alung.

Berbekal ilmu dari istrinya, Alung pun memasarkan pempek buatan sendiri ke kenalan dan langganannya dahulu. Usaha pempek dinilai cukup laris, tetapi kendalanya tidak setiap hari ada yang memesan dalam jumlah besar.

Usaha pempek Alung hanya dilakoni beberapa kali, tergantung ada tidaknya pesanan. Model usahanya bukan membuka kios karena memerlukan modal besar. Dia hanya membuat pempek jika ada yang memesan sebelumnya.

Alung pun kembali memutar otak. Dia mempelajari kondisi saat ini, apa yang sedang ramai dikerjakan oleh orang dan pekerjaan seperti apa yang terlihat menjanjikan. Setelah menimbang-nimbang, Alung pun terpikir untuk menjadi pengemudi GrabCar.

Saat pertama mendaftar, Alung merasa syaratnya sangat ketat untuk bisa menjadi pengemudi GrabCar. Rangkaian proses dan tahapan dilaluinya hingga resmi sebagai driver GrabCar.

"Lebih gampang masuk Uber, kalau ke Grab lebih susah," ujar dia. (Baca: Grab: Bersama Kami, Penghasilan Pengemudi Lebih Baik)

Alung mengaku sudah menjadikan GrabCar sebagai pendapatan utamanya dengan melayani penumpang sejak pagi hingga sore menjelang malam setiap harinya. Dalam sehari, dia bisa paling banyak menerima 11 penumpang dengan jarak tempuh dan harga yang bervariasi.

Seperti pada hari Senin sampai Jumat, Alung lebih sering menerima pesanan atau order penumpang pekerja kantoran ke Jakarta atau penumpang pesawat ke Bandara Soekarno-Hatta. Pada akhir pekan, penumpang kebanyakan adalah keluarga maupun anak muda yang memiliki tujuan favorit, yaitu mal.

Menurut Alung, ada tantangan tersendiri ketika mengantar penumpang pada hari kerja ketimbang saat akhir pekan. Pada hari kerja, sudah pasti kena macet yang memakan waktu cukup lama di jalan. Namun, hal itu harus dijalani sebagai bagian dari pekerjaannya.

"Saya bisa saja tolak kalau tahu tujuannya ke tempat macet. Tapi, anggaplah itu 'pahitnya' kerja kayak begini. Kalau 'manisnya' juga ada, kayak weekend banyak yang jarak dekat. Ada penumpang saya cuma pesan dari Mal Taman Anggrek sampai Tanjung Duren, cuma Rp 10.000," ucap Alung.

Setiap hari, ponsel Alung selalu menerima pesan singkat dari pihak Grab, yaitu informasi berapa driver yang telah diputus hubungan kemitraannya sehingga tidak bisa bekerja lagi. Untuk hari Minggu tadi saja, ada total 80 driver GrabCar yang sudah tidak bisa bekerja lagi.

Salah satu aspek penilaian pihak perusahaan adalah soal seberapa sering pengemudi menolak pesanan. Jika sudah terlalu sering, kemungkinan besar akan diputus.

"Istilahnya, kalau kata perusahaan, 'Lu jangan mau ambil enaknya saja yang order dekat-dekat dan yang enggak macet. Lu harus dapat enggak enaknya juga' begitu," kata Alung.

Jumlah pengemudi GrabCar maupun Uber sendiri di Tangerang semakin banyak. Penumpang dapat dengan mudah memesan layanan tersebut di tempat-tempat ramai, seperti kawasan Gading Serpong, Alam Sutera, BSD City, dan kawasan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com