JAKARTA, KOMPAS.com — Keluarga korban ledakan hyperbaric chamber, atau lebih dikenal ruang terapi ozon, RSAL Mintohardjo, mengadu ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Sebelumnya, mereka mengadu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) karena melihat ada kejanggalan yang mengakibatkan ledakan terjadi.
Kedatangan keluarga korban diwakili oleh Tri Murny, istri almarhum Irjen Pol (Purn) drs HR Abu Bakar Nataprawira, yang mendatangi kantor KKI di Jalan Teuku Cik Dik Tiro Nomor 6 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/5/2016) sekitar pukul 14.20. Tri didampingi kuasa hukumnya, Firman Wijaya.
Firman mengatakan, kliennya mengadu ke Komnas HAM dan KKI karena hingga kini belum ada itikad baik dari manajemen RSAL Mintohardjo mengenai persoalan ganti rugi terhadap keluarga korban.
"Sudah dua bulan lebih sejak peristiwa ledakan terjadi sampai hari ini, keluarga korban belum mendapatkan pertanggungjawaban yang serius dari pihak manajemen RSAL Mintohardjo. Hal ini menjadi preseden buruk bagi semua rumah sakit, khususnya rumah sakit pemerintah," kata Firman di kantor KKI.
Hingga kini, proses konsultasi antara keluarga korban dan KKI masih berlangsung. Dalam kesempatan tersebut, Firman menyampaikan kronologi kejadian yang dianggap janggal.
Sebelum ledakan, dokter yang bertugas, yaitu dr Dimas Qadar Raditiyo, sempat bertanya kepada suster mengenai suhu ruangan yang terasa lebih panas dari biasanya.
"Dokter Dimas Qadar Raditiyo bertanya kepada suster Winarti karena ruang chamber terasa panas, tidak seperti biasanya. Suster Winarti pada saat itu mengabaikan dan menyebutkan bila hal tersebut dikarenakan AC-nya kurang dingin."
"Tidak lama kemudian, timbul percikan api dari ruang tabung chamber dan meledak," ujarnya.
Ledakan tersebut mengakibatkan empat orang meninggal dunia, yaitu Irjen Pol (Purn) drs HR Abubakar Nataprawira, Ir RM Edy Suwardi Surryaningrat, dr Dimas Qadar Raditiyo, dan dr Sulistyo. (Dwi Rizki)