Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aset Sindikat Narkoba Pony Tjandra Tersebar di Asia dan Eropa

Kompas.com - 19/08/2016, 16:20 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Sindikat pengedar narkoba Pony Tjandra memiliki aset dengan nilai fantastis dan ada aset yang disimpan di luar negeri. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan aset jaringan Pony tersimpan di 32 bank dan perusahaan yang ada di Asia dan Eropa.

BNN bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aset milik Pony senilai Rp 2,8 triliun dari hasil berbisnis narkoba. Ada tiga orang jaringan Pony yang sudah ditahan terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Sebagian uang hasil narkotika ini dikirim dan dicuci ke luar negeri, ada 32 bank dan perusahaan yang menerima hasil perdagangan narkoba di Indonesia. Antara lain di Asia dan Eropa," kata Deputi Bidang Pemberantasan Narkoba BNN, Inspektur Jenderal Arman Depari, di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Jumat (19/8/2016).

Arman belum menyebut berapa nilai aset yang sudah disita dan yang masih ada di luar negeri dari jaringan Pony. Ia mengakui, tidak mudah menyita aset yang telah dilarikan jaringan Pony ke luar negeri karena tiap negara punya aturan sendiri yang berbeda.

"Bagaimana aset dan uang itu kita tarik lagi ini persoalan hukum dengan negara penerima merupakan satu hambatan. Tidak semua negara kooperatif apalagi menyangkut kepentingan nasional masing-masing. Namun kami di BNN, Bareskrim, dan PPATK berusaha nuntaskan kasus ini," ujar Arman.

"Kami sudah koordinasi ke aparat penegak hukum (di luar negeri), sebagian daftar sudah kami serahkan masalah money loundry ini. Mudah-mudahan setelah kita serahkan daftar ini ada tindak lanjut dari negara yang bersangkutan," ujar Arman.

Daftar bank dan perusahaan di negara Asia dan Eropa tempat jaringan Pony menyimpan asetnya sudah diketahui. Namun BNN menyatakan belum saatnya untuk menyebutkan dan akan bekerja sama dengan otoritas negara tersebut agar dapat menyita aset jaringan Pony.

"Ini akan kita terus lakukan penyelidikan agar semua yang terkait kasus pencucian uang ini dapat dibawa ke pengadilan," ujar Arman.

Sebelumnya, BNN bersama PPATK mengungkap aset milik jaringan Pony sebesar Rp 2,8 triliun dari bisnis narkoba. Jumlah itu hanya sebagian aset yang sudah dipastikan dari hasil penyelidikan TPPU jaringan tersebut.

"Kita terima penyerahan dari hasil analisis PPATK Rp 3,6 triliun dan yang telah kami selidiki terkait sindikat Pony Tjandra bisa disimpulkan Rp 2,8 triliunnya itu berasal dari satu sindikat, yaitu Pony Tjandra," kata Arman.

BNN dan PPATK masih menelusuri sisa aset sekitar Rp 800 miliar lagi apakah juga terkait jaringan Pony atau tidak. Temuan ini merupakan hasil penelusuran PPATK sejak 2014-2015.

( Baca: Bisnis Narkoba dari Penjara, Pony Dapat Setoran Rp 600 Miliar )

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Megapolitan
Rumah Warga di Bogor Tiba-tiba Ambruk Saat Penghuninya Sedang Nonton TV

Rumah Warga di Bogor Tiba-tiba Ambruk Saat Penghuninya Sedang Nonton TV

Megapolitan
Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Megapolitan
Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Taruna Tingkat 1 STIP Dipulangkan Usai Kasus Penganiayaan oleh Senior

Taruna Tingkat 1 STIP Dipulangkan Usai Kasus Penganiayaan oleh Senior

Megapolitan
Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Megapolitan
Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Megapolitan
Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Viral Video Maling Motor Babak Belur Dihajar Massa di Tebet, Polisi Masih Buru Satu Pelaku Lain

Megapolitan
Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Personel Gabungan TNI-Polri-Satpol PP-PPSU Diterjunkan Awasi RTH Tubagus Angke dari Prostitusi

Megapolitan
Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Tumpahan Oli di Jalan Juanda Depok Rampung Ditangani, Lalu Lintas Kembali Lancar

Megapolitan
Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Warga Minta Pemerintah Bina Pelaku Prostitusi di RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut   Investasi SDM Kunci Utama

Jakarta Disebut Jadi Kota Global, Fahira Idris Sebut Investasi SDM Kunci Utama

Megapolitan
Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Kilas Balik Benyamin-Pilar di Pilkada Tangsel, Pernah Lawan Keponakan Prabowo dan Anak Wapres, Kini Potensi Hadapi Kotak Kosong

Megapolitan
Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Jejak Kekerasan di STIP dalam Kurun Waktu 16 Tahun, Luka Lama yang Tak Kunjung Sembuh...

Megapolitan
Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Makan dan Bayar Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Pria Ini Beraksi Lebih dari Sekali

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com