JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun, mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memiliki persoalan psikologis dalam dirinya.
Hal tersebut yang membuat Ahok dianggap arogan.
"Dalam hal psikologis, Ahok ada persoalan di dalam dirinya. Itulah sebabnya dia menunjukkan sikap arogansi, membuat pernyataan di luar nalar, out of the box, bahasa-bahasa to the point yang disebut orang sarkastis," ujar Ubedillah dalam diskusi publik bertajuk "Perilaku Politik Ahok Merugikan Jokowi?" di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (28/8/2016).
Menurut Ubedillah, kondisi psikologis Ahok membuatnya begitu terbuai dan sangat ekspresif. Ahok dianggap ingin menunjukkan eksistensinya.
Ubedillah menuturkan, kondisi psikologis Ahok memiliki dampak yang menguntungkan sekaligus merugikan dirinya sendiri. Pada satu sisi, sosok Ahok menjawab kerinduan masyarakat terhadap pemimpin yang tegas.
Namun, di sisi lain, Ubedillah menyebut sikap Ahok itu juga merugikan dirinya. Ubedillah menilai sikap Ahok jauh berbeda dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Di sisi yang lain justru merugikan dirinya karena tidak berbicara sesuai nalar publik. Berbeda dengan Jokowi. Jokowi berbicara sesuai nalar publik yang diterima masyarakat kelas menengah ke bawah," ucap Ubedillah. (Baca: Ahok: Kalau Gue Psikopat, Lulung Harusnya Enggak Berani Macam-macam)
Ubedillah menuturkan, sikap Ahok yang dipengaruhi kondisi psikologisnya itu merugikan Jokowi. Sebab, publik menilai bahwa Jokowi-Ahok memiliki kedekatan dan Jokowi tidak pernah memberi komentar terkait kebijakan yang dilakukan Ahok.
"Publik menilai jokowi 'mendukung' Ahok karena Jokowi tidak bilang apa-apa. Ini menimbulkan persepsi publik yang merugikan Jokowi," tuturnya.