Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Debat Sengit antara Ahok dan Kuasa Hukum Sanusi

Kompas.com - 05/09/2016, 16:20 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sempat terjadi perdebatan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan kuasa hukum Mohamad Sanusi, Maqdir Ismail, dalam sidang kasus dugaan suap raperda reklamasi.

Perdebatan ini terjadi karena Basuki menilai Maqdir melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan.

Awalnya, Maqdir mempertanyakan alasan Ahok (sapaan Basuki) menentukan tambahan kontribusi sebesar 15 persen. Padahal, jika memang ada dasar hukumnya, Pemprov DKI bisa membuat tambahan kontribusi lebih besar dari 15 persen.

"Pak, 15 persen saja mau dihilangkan, apalagi kalau 30 persen. Saya sih maunya 99 persen," kata Ahok kepada Maqdir di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (5/9/2016).

Maqdir pun mempertanyakan besaran NJOP yang digunakan oleh Pemprov DKI untuk menentukan tambahan kontribusi sebesar 15 persen. Padahal, belum ada daratan di pulau reklamasi yang bisa ditentukan besar NJOP-nya.

Dengan demikian, seharusnya tidak ada acuan NJOP yang bisa digunakan Pemprov DKI untuk menentukan besarnya tambahan kontribusi.

Ahok kembali diminta penjelasan mengenai keinginannya atas tambahan kontribusi sebesar 15 persen. Ahok mengatakan, Ketua Balegda DPRD DKI Mohamad Taufik telah membohongi anak buahnya dengan mengatakan bahwa dirinya setuju jika tambahan kontribusi itu dihapus.

Terkait hal ini, Maqdir sempat meminta kepada hakim untuk mengonfrontasi keterangan Taufik dan Ahok pada sidang lain.

"Karena kami tidak mau forum pemanggilan saksi ini dijadikan lahan fitnah," ujar Maqdir.

"Justru yang fitnah duluan ini siapa?" ujar Ahok menimpali ucapan Maqdir.

Ahok juga sempat menyatakan keberatannya kepada JPU dan hakim atas pertanyaan Maqdir yang tidak relevan.

Hakim Ketua Sumpeno sempat menengahi dan menjelaskan bahwa kuasa hukum perlu mengetahui jawaban atas hal-hal yang mereka tanyakan.

Maqdir juga bertanya soal hak diskresi Ahok. Maqdir mempertanyakan alasan Ahok yang tidak menggunakan hak diskresi untuk memberi izin membangun di pulau reklamasi.

Menurut Ahok, hal itu tidak bisa dilakukan.

"Saudara bela pengembang atau bela Sanusi? Nanti kalau pengembang gugat, silakan saudara bela," ujar Ahok kepada Maqdir.

Halaman:


Terkini Lainnya

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang, Polisi: Dia Berusaha Bantu, tapi Fatal

Megapolitan
Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Pengemis yang Suka Marah-marah Dijenguk Adiknya di RSJ, Disebut Tenang saat Mengobrol

Megapolitan
BOY STORY Bawakan Lagu 'Dekat di Hati' Milik RAN dan Joget Pargoy

BOY STORY Bawakan Lagu "Dekat di Hati" Milik RAN dan Joget Pargoy

Megapolitan
Lepas Rindu 'My Day', DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Lepas Rindu "My Day", DAY6 Bawakan 10 Lagu di Saranghaeyo Indonesia 2024

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com