Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Megawati Bicara soal Ahok dan Keberagaman di Indonesia

Kompas.com - 01/11/2016, 06:43 WIB
Nursita Sari

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Pada Senin (31/10/2016), Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri berbicara soal keragaman suku, ras, agama, budaya yang dimiliki bangsa Indonesia.

Megawati menuturkan, di dalam Islam, Tuhan kali pertama menurunkan Adam dan Hawa ke dunia. Dari Adam dan Hawa-lah keturunan manusia hidup di dunia.

Kemudian, keberagaman di Indonesia juga salah satunya lahir dari banyaknya pernikahan antara pribumi dengan bangsa-bangsa lain pada masa penjajahan.

Hal itu menyebabkan warga Indonesia memiliki perbedaan warna kulit, postur tubuh, bentuk dan warna mata, serta lainnya.

"Lalu kita tidak boleh bilang dia adalah orang Indonesia asli?" ujar Megawati, saat memberi sambutan dalam pembukaan Pelatihan Mubaligh Kebangsaan yang diselenggarakan Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) PDI-P di Kantor DPP PDI-P, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (31/10/2016).

(Baca: Megawati: Pak Ahok Kenapa Enggak Boleh Jadi Gubernur?)

Mengawati menyampaikan mengikuti perbincangan di media sosial terkait Pilkada DKI Jakarta 2017. Perbincangan itu termasuk soal pemimpin harus Indonesia asli dan beragama Islam.

Dia mempertanyakan siapakah orang Indonesia asli yang dimaksud. Sebabnya, bangsa Indonesia memiliki keberagaman.

Megawati kemudian menyinggung soal pencalonan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI 2017 yang menuai pro dan kontra.

"Pak Ahok kenapa enggak boleh jadi gubernur? Apakah karena dia matanya sipit, agamanya non-Muslim. Apakah itu Indonesia?" ucap Megawati.

(Baca: Bagaimana Pengaruh SBY, Megawati, dan Prabowo pada Pilkada DKI 2017?)

Dia mempertanyakan pikiran yang rasional, logis, dan obyektif apabila masyarakat Indonesia mengotak-kotakkan diri mereka berdasarkan suku, agama, ras, budaya, dan lainnya. Sebab, Indonesia merupakan negara yang pluralis.

Megawati kemudian menyinggung soal aksi demonstrasi 4 November yang dikabarkan berkaitan dengan sosok Ahok. Dia mengaku sudah mendengar informasi tersebut.

Menurut Megawati, demonstrasi merupakan hak politik bagi setiap warga negara dan sudah diizinkan sejak zaman reformasi. Dia menyatakan, aksi demo tersebut boleh saja dilakukan tetapi jangan sampai membuat keonaran dan memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Megawati kemudian mencontohkan konflik yang terjadi di Maluku dan Papua pada masa pemerintahan Presiden Abdulrahman Wahid. Dia menyampaikan, masyarakat di sana konflik karena saling mengatakan agama yang mereka anut adalah agama yang terbaik.

Dia tidak ingin hal itu kembali terjadi. Megawati mengaku tidak sedang membela suku, agama, ras, ataupun golongan tertentu.

"Saya belain Republik Indonesia yang saya cintai," tuturnya.

Kompas TV Megawati: Semoga Pilkada DKI 2017 Demokratis, Aman, dan Stabil
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com