JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur non-aktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, menyayangkan kebijakan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono yang kembali mengangkat pejabat yang telah dijadikan staf untuk kembali menduduki posisi jabatan eselon.
Pria yang akrab disapa Ahok tersebut mengaku tak bisa berbuat apa-apa karena kini dia non-aktif dan wewenang berada di Sumarsono serta Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah.
"Buat apa sih ngambil pejabat yang ada masalah, yang sudah dinon-aktifkan? Orang (pegawai) yang bagus saja banyak yang nganggur kok. Tetapi, saya enggak punya hak untuk itu," kata Ahok di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2017).
Ahok mengakui sebelumnya diminta untuk memberi masukan terkait perombakan pejabat yang dilaksanakan pada 3 Januari lalu. Namun, ia hanya diminta masukan mengenai pejabat eselon II.
Padahal, menurut Ahok, kecurangan rawan terjadi untuk jabatan eselon III dan IV.
Ahok kemudian teringat saat ia marah-marah dan meminta pelantikan dihentikan pada 27 November 2015 lalu. Saat itu, Ahok merasa kesal karena tiba-tiba banyak pejabat eselon III dan IV yang telah bersiap dilantik.
Padahal, sebelumnya Ahok merasa tidak membahas dan menyepakati pelantikan itu.
"Makanya, saya enggak tahu apakah Plt ini kecolongan atau apa?" kata Ahok. (Baca: Plt Gubernur Sudah Serahkan Daftar Pejabat Eselon II yang Akan Dirombak kepada Ahok)
Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok melakukan perampingan jabatan. Sebanyak 2.000 posisi hilang. Akibatnya, ribuan pegawai itu tidak mendapat jabatan.
"Artinya apa? Kita ini kelebihan pejabat. Pejabat yang baik enggak dapat posisi, kok malah menaikkan pejabat bermasalah," kata Ahok.
Sebelumnya, Sumarsono menjelaskan, alasan pejabat tersebut kembali dipromosikan karena telah memenuhi sejumlah kriteria dalam posisi jabatan tersebut. Selain pintar, aspek lain di antaranya ialah perilaku dan integritas pejabat tersebut sudah teruji.