Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan Pemudik Bermotor Lebihi Kapasitas, "Lagu Lama Dishub DKI..."

Kompas.com - 17/07/2013, 08:41 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Slamet (42) sibuk mengemas barang dagangannya ke dalam kardus. Waktu menjelang Isya, Selasa (17/7/2013) malam. Sudah waktunya ia pulang. Selesai sudah tugasnya hari ini, seharian ngojek plus membantu istrinya berjualan takjil menjelang waktu berbuka, di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur.

Sebuah radio tua menemani aktivitasnya beres-beres. "Ya, pendengar... Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan bekerjasama dengan Polri untuk menindak pemudik motor yang melebihi kapasitas. Hal itu dilakukan untuk menghindari pemudik dari kecelakaan. Data menununjukan angka kecelakaan...."

"Halah, model begitu mah lagu lama Dishub DKI, cerita lama. Dari dulu sudah gitu. Emang ngapain sih, namanya orang pengen mudik," gerutunya mengomentari laporan repoter radio tersebut.

Maklum saja Slamet menggerutu. 30 Tahun sudah ia merantau di Jakarta, dan hampir setiap tahun dia dan keluarga pulang kampung menggunakan motor. 10 Tahun terakhir ia mudik bersama istri dan satu orang anaknya dengan berbagai barang bawaan oleh-oleh bagi sanak saudara di Tegal.

Kepada Kompas.com, Slamet mngatakan bahwa pemerintah pada dasarnya tak memiliki hak untuk melarang masyarakat untuk mudik menggunakan kendaraan roda dua. Dishub DKI, kata Slamet, ibarat melarang buang sampah sembarangan tapi tidak sekaligus memberikan tempat sampahnya. Setidaknya, ada empat hal yang membuatnya tetap memilih sepeda motor untuk pulang kampung.

"Kan motornya di kampung dibutuhin juga. Entah ada acara di mana, mau silaturahmi di mana, jadi saya tetap akan naik motorlah," tutur Slamet.

Selain faktor kebutuhan, alasan lain Slamet memilih motor adalah waktu tempuh yang berbeda jauh dibandingkan mudik menggunakan angkutan umum. Jika berkaca di Lebaran tahun lalu, dia pulang kampung dari H-5. Menggunakan angkutan umum, dia baru sampai kampungnya selama 12 hingga 13 jam. Sementara jika dia naik motor, waktu tempuh hanya  8 jam saja.

"Kalau naik bus enggak ada hitungannya. Bisa dari malam ke malam, nginap di bus kita," ujarnya sambil mengikat simpul trakhir kardus daganganya.

"Sudah gitu, kalau naik bus lama, enggak nyamannya sudah dari awal. Dulu saya pernah naik bus nunggu di Terminal Pulogadung, enggak dapat. Akhirnya kita pindah ke Kampung Rambutan. Itu saya berangkat maghrib, baru dapat bus itu jam 01.00. Apanya yang enak naik bus," ujarnya heran.

Belum lagi, rasa was-was akan keselamatan keluarga dari ancaman gangguan seperti hipnosis, dan barang-barang yang rentan raib di tengah jalan.

Alasan terakhir tentu lebih murah. Jika angkutan umum ke Tegal Rp 35.000 hingga Rp 50.000 untuk kelas ekonomi, berarti minimal ia harus membawa uang sekitar Rp 100.000 atau Rp 150.000 untuk satu kali perjalanan, belum dengan biaya jajan anak serta istrinya dikali dua saat kembali dari kampung halaman ke Jakarta.

"Ya, jelas lebih murah naik motor. Meski memang rawan kecelakaan di jalan. Tapi ya selama kita di jalan enggak macam-macam ya ngapain takut. Beda kalau bicara takdir. Ibaratnya, kalau takdirnya meninggal, ya meninggal saja, gitu," lanjut Slamet.

"Sudah ya, Mas, saya tinggal dulu," pamit Slamet sambil menyalakan mesin motor yang akan digunakan mudik lima hari menjelang Lebaran, besok.

Sebelumnya, Dinas Perhubungan DKI Jakarta bersama Dirlantas Polda Metro Jaya berencana membuat check point di sejumlah jalan yang berbatasan dengan luar DKI. Di sana, petugas gabungan akan memantau pemudik, khususnya pemudik yang menggunakan motor. Jika dianggap melebihi kapasitas, petugas akan menurunkan paksa dan menyuruhnya untuk pindah ke angkutan umum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Massa Buruh Nyalakan 'Flare' dan Kibarkan Bendera di Monas

Massa Buruh Nyalakan "Flare" dan Kibarkan Bendera di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com