Marzuki (42), salah seorang warga Kampung Apung, mengingat saat akhir tahun 1980-an. Saat itu, di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, mulai dibangun permukiman-permukiman mewah.
Saat itu, Kampung Apung menjadi pusat tambak udang dan ikan bandeng. "Banyak tambak, malah nyampe ke Kamal Muara. Bapak saya punya beberapa tambak," kenang pria yang memang lahir di kampung tersebut, saat ditemui Kompas.com, Kamis (19/9/2013).
Hal yang sama juga dilontarkan Zuhri (55). Saat proyek pembangunan perumahan mewah di kawasan Pluit dimulai, tambak-tambak di Pluit ditimbun dan dijadikan perumahan mewah. Dia menduga, pengembang tidak membangun drainase yang baik, hingga menyebabkan kawasan di sekitarnya tergenang, tak terkecuali Kampung Apung yang dulu masih bernama Kampung Teko.
"Seingat saya tahun 1988. Mulai dibangun Pantai Indah Kapuk, Pantai Mutiara. Mulai tergenang yang di sini," ungkapnya.
Selain perumahan mewah di Pluit, lanjut Zuhri, faktor yang diduga menjadi penyebab banjir permanen di kawasan Kampung Apung yaitu pabrik-pabrik di kawasan Kedaung, Kali Angke. Dulunya, tempat tersebut merupakan sawah-sawah yang sangat luas.
"Jadi di sana (sisi utara) rumah mewah, di sananya lagi (sisi selatan) pabrik. Mulai tergenang di sini sampai ke Jalan Kapuk Raya. Orang yang tinggal di tepi jalan ninggiin tanahnya juga, makin tenggelamlah di sini sampai sekarang," jelasnya.
Kampung Apung terletak tak jauh dari Jalan Kapuk Raya. Ketinggian air di tempat ini mencapai dua meter. Tinggi dua meter merupakan air kiriman yang menggenangi kawasan tersebut sejak dua puluhan tahun lalu.
Di kawasan ini, dulunya juga terdapat area pemakaman. Namun, area tersebut sudah berubah menjadi rawa. Kantor pemakaman yang dulunya masih ada, saat ini sudah tak tampak karena tenggelam oleh genangan air.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.