Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prioritas Jokowi Merumahkan Warga Miskin

Kompas.com - 17/10/2013, 08:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bencana banjir awal tahun 2013 membuka tabir bahwa tingginya kepadatan penduduk di Jakarta membuat area publik turut dirambah sebagai permukiman. Bahkan, waduk yang semestinya menjadi pengendali banjir dijadikan hunian.

Waduk Pluit, yang memiliki luas 80 hektar, contohnya, dimukimi 16.000 keluarga yang tinggal di atas tanah ataupun di atas permukaan air waduk. Agar Waduk Pluit dapat berfungsi kembali sebagai pengendali banjir, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama, terjun langsung mengajak warga di waduk itu untuk pindah ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Marunda, Jakarta Utara.

Tidak berhenti di Waduk Pluit, normalisasi waduk dilanjutkan ke Waduk Ria Rio di Jakarta Timur. Lagi-lagi, Jokowi mengadakan pendekatan secara langsung dengan mengajak warga di waduk itu makan siang bersama sehingga warga pun bersedia direlokasi ke rusunawa di Pulogebang, akhir September lalu.

Merumahkan warga miskin ke rusunawa menjadi agenda utama Jokowi-Basuki dalam menata Jakarta. Tujuannya tidak hanya meningkatkan kualitas hidup warga miskin, tetapi juga merebut kembali area publik sebagai ruang terbuka hijau dan tempat berkumpulnya warga. Pada ujungnya adalah menjadikan Jakarta sebagai kota metropolitan yang layak.

Tentu ini bukan pekerjaan mudah karena sejak 1981 Pemerintah Indonesia telah berupaya merumahkan warga miskin ke rusun, tetapi tidak pernah maksimal. Terhitung sejak tahun 1981, pemerintah mulai merumahkan warga miskin ke rusun dengan mendirikan tiga kompleks rusun di Tanah Abang (1981), Kebon Kacang (1984), dan Klender (1985).

Tahun 2007, pemerintah pusat kembali berusaha merumahkan warga lewat gerakan 1.000 menara yang menumbuhkan sejumlah rumah susun sederhana milik (rusunami) di Jakarta. Namun, kebutuhan tempat tinggal yang tinggi dan ketertarikan investasi properti di Jakarta yang cukup besar membuat warga miskin tak pernah bisa mengakses rusun yang disediakan pemerintah.

Akibatnya, hampir semua rusunawa dan rusunami di Jakarta ditempati warga kelas menengah yang membutuhkan tempat tinggal di Jakarta. Permukiman liar yang dihuni warga miskin pun tetap tumbuh subur di bantaran sungai, lahan kosong, dan area yang semestinya menjadi ruang terbuka hijau. Sementara gelombang urbanisasi yang didominasi kaum urban ke Jakarta terus mengalir dengan keterampilan terbatas.

Dengan segala problematika kependudukan di Jakarta, kini secara masif Pemprov DKI di bawah kendali Jokowi-Basuki merumahkan warga miskin. Hingga Oktober ini, tak kurang dari 1.800 keluarga dari warga Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, dan dari sejumlah permukiman liar lainnya direlokasi ke rusunawa di Marunda, Jakarta Utara, dan Pulogebang, Jakarta Timur. Relokasi itu memanfaatkan 38 blok rusun milik Pemprov DKI Jakarta dan sumbangan pemerintah pusat hasil program 1.000 menara yang sejak dibangun tak pernah ditempati.

Namun, masih ada warga miskin yang harus dirumahkan. Di Waduk Pluit saja masih ada 15.000 keluarga lagi yang harus direlokasi. Sementara unit rusun yang tersedia saat ini tinggal 580 unit. Itu pun masih dalam perbaikan karena sejak dibangun pada 2007 tak pernah ditempati. Menurut Mei Nababan, anggota staf Unit Pengelola Rusun Wilayah I Jakarta Utara, perbaikan diperkirakan berlangsung hingga akhir tahun ini.

Penuh masalah

Upaya merelokasi warga miskin ke rusunawa bukan pekerjaan gampang. Persoalan itu tidak hanya datang dari warga yang resisten, tetapi juga oknum Pemprov DKI sendiri. Proses relokasi warga Waduk Pluit ke Rusunawa Marunda mengungkap berbagai masalah tersebut.

Warga yang menolak direlokasi, patgulipat oknum pemerintah yang mengomersilkan rusunawa, praktik alih sewa unit rusunawa oleh warga yang direlokasi, dan penghuni rusun yang menunggak sewa bertahun-tahun.

Penertiban pun dilakukan. Oknum pejabat dan pengelola rusun yang nakal diganti. Penghuni ditertibkan, antara lain, dengan pendataan, seleksi, dan daftar ulang. Tunggakan sewa yang ditaksir lebih dari Rp 2 miliar ditagih ke pemegang hak huni. Mereka yang terbukti menjual atau mengalihsewakan pun diusir dari rusun.

Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Budi Karya Sumadi tak menampik lokasi menjadi permasalahan dalam memengaruhi keputusan warga miskin pindah ke rusun. Dua hal penting yang dipertimbangkan warga miskin saat direlokasi, yakni pekerjaan dan akses transportasi di tempat relokasi.

"Sesungguhnya warga miskin tidak mempermasalahkan tinggal di rusun. Namun, pekerjaan dan akses merupakan yang utama bagi mereka," katanya. (MKN/NDY/MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com