Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Topeng Monyet Dilarang, Pawang Minta Kejelasan Nasib kepada Jokowi

Kompas.com - 21/10/2013, 21:54 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Para pawang topeng monyet yang menggantungkan hidup dengan mencari nafkah dari pekerjaan tersebut mempertanyakan kelanjutan profesi mereka apabila Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo jadi menerapkan larangan topeng monyet pada tahun 2014.

Pasalnya, sebagian dari mereka mengaku bahwa menjadi pawang topeng monyet merupakan pekerjaan utama untuk membiayai kehidupan mereka di Jakarta.

Sukarya (31), salah satu pawang topeng monyet, mengaku tak keberatan dengan kebijakan tersebut, asalkan diberi ruang pekerjaan agar bisa tetap bisa menyekolahkan anak-anak mereka. "Saya sih setuju saja kalau ada pekerjaan tetapnya yang pasti karena kita ini kan sudah berkeluarga," kata Sukarya, saat ditemui di kediamannya, Senin (21/10/2013) malam.

Menurutnya, topeng monyet merupakan sumber penghasilan utama untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarganya. Dari pekerjaannya tersebut, dia bisa memperoleh penghasilan minimal Rp 40.000 hingga Rp 80.000 per hari.

Uang itu dipergunakan untuk menafkahi keluarga, seperti membiayai dua anaknya yang kini duduk di bangku sekolah dasar (SD). "Biaya sekolah anak dari uang topeng monyet ini. Istri saya hanya ibu rumah tangga, jagain anak," ujar pria yang sejak SD sudah menjadi pawang topeng monyet tersebut.

Warga RT 7 RW 14 Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, itu mengatakan, jika Jokowi jadi menerapkan kebijakan untuk membeli monyet miliknya, maka dia tidak mematok berapa pun harga yang ditetapkan nantinya. Asalkan ada pekerjaan baru bagi dia untuk menafkahi keluarganya.

"Kalau saya terserah (berapa belinya). Asal ada kerjaan yang tetap. Apa saja yang penting bisa ngidupin keluarga," ujar Sukarya, yang mengaku memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang petasan dan pencari barang rongsokan. "Cuma itu kan musiman. Pekerjaan yang tetapnya di topeng monyetlah sehari-hari. Tapi namanya musiman, kan, setahun sekali. Masa kita mau kasih makan anak setahun sekali," ujar Sukarya.

Hal sependapat juga diutarakan Iing (36). Pawang topeng monyet ini mengaku telah merogok koceknya hingga Rp 3 juta untuk menjalani usaha tersebut. Uang itu di antaranya untuk melengkapi berbagai asesori yang diperlukan dalam usaha topeng monyetnya.

Dia membeli seekor monyet terlatih di Kampung Dukuh, Jakarta Timur, seharga Rp 1,5 juta. "Kalau yang belum terlatih harganya Rp 700.000," ujar Iing.

Terkait rencana kebijakan Pemprov DKI yang melarang keberadaan topeng monyet, Iing juga berharap Jokowi bisa memberi solusi pekerjaan untuk dirinya. Jika tidak, maka ia menolak menyetujui rencana kebijakan Jokowi. "Kalau monyet kita diambil, kita kehilangan pekerjaan. Ya kita minta ada pekerjaan pengganti," ujar Iing.

Jokowi sebelumnya berencana menetapkan kebijakan pelarangan pada tahun 2014. Ia memandang permainan topeng monyet lebih menyakiti fisik hewan tersebut. Jokowi menyatakan, primata tersebut akan dibeli dan ditempatkan di Taman Marga Satwa Ragunan, Jakarta Selatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Megapolitan
Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com