Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kadis PU DKI: Banyak Perusahaan Negara Langgar Pergub

Kompas.com - 11/11/2013, 20:27 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) DKI Jakarta Manggas Rudy Siahaan menegaskan, beberapa perusahaan negara, seperti PLN, PT Telkom, PAM, dan PGN, telah melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 128 Tahun 2010 tentang Pemasangan Jaringan Utilitas.

Menyikapi hal tersebut, tegas Manggas, pihaknya akan segera melakukan tindakan. "Kita lihat sangat semrawut, kabel PLN, Telkom, fiber optik, pipa PAM, gas, umumnya mereka tidak memenuhi aturan," ujar Manggas seusai menemani Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meninjau titik genangan di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (11/11/2013).

Di dalam pergub tersebut, lanjut Manggas, tertulis bahwa utilitas harus ditanam sejauh 1,3 meter dari permukaan tanah. Namun, yang terjadi justru jauh dari yang diharuskan. Ada yang menanam hanya 10 sentimeter, bahkan ada yang dibiarkan begitu saja di tepi jalanan.

Kondisi inilah, kata Manggas, yang menjadi salah satu penyebab munculnya genangan di Jakarta. Bagaimana tidak, sejumlah utilitas itu berada di penghubung antara jalan dengan saluran air. Jika ada sampah yang menyangkut di kabel, tentu menghambat jalannya air dari jalan ke saluran. Belum lagi ditambah saluran yang sempit.

Dinasnya, lanjut Manggas, telah diberi instruksi oleh Gubernur DKI untuk menyurati pemilik utilitas itu untuk menertibkannya sesuai dengan peraturan yang ada. Dia berharap instansi terkait segera memperbaikinya sesuai ketentuan yang berlaku.

Proyek pertama 

Manggas menjelaskan, tahun depan, Dinas PU DKI merencanakan akan membangun sistem ducting bagi utilitas tersebut.

Manggas mengatakan, Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin merupakan jalan yang akan dibangun pertama kali sistem penyatuan utilitas itu. Pembangunan ducting jadi satu dengan proyek MRT Jakarta.

"Berarti Sudirman-Thamrin akan jadi yang pertama di Indonesia, utilitas yang menggunakan sistem ducting ini," lanjut Manggas.

Sedangkan untuk jalan-jalan yang lainnya akan dilakukan secara bertahap. Setidaknya, ada tiga kelebihan sistem ducting ini. Pertama, tentu pemeliharaannya lebih mudah lantaran pemilik utilitas tidak perlu lagi menggali serta menambal ruas yang akan ditanam utilitas itu.

Otomatis, infrastruktur yakni jalan atau trotoar pun tak rusak. Kelebihan ketiga, Pemprov DKI dapat pemasukan dari ducting itu. "Pastikan yang pakai itu sewa ke kita. Rak PLN ada sendiri, rak PT Telkom ada sendiri, dan lainnya. Selama ini mereka hanya bayar biaya retribusi Rp 10.000 per meter pas pemasangan," ujarnya.

Manggas mengaku belum dapat menaksir berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun sistem ducting. Tetapi, dia mengakui sistem tersebut sangat mahal. Pihaknya pun memikirkan skema investasi swasta dalam proses pendanaannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menanti Keberhasilan Pemprov DKI Atasi RTH Tubagus Angke dari Praktik Prostitusi

Menanti Keberhasilan Pemprov DKI Atasi RTH Tubagus Angke dari Praktik Prostitusi

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pastikan Beri Pelayanan Khusus bagi Calon Jemaah Haji Lansia

Asrama Haji Embarkasi Jakarta Pastikan Beri Pelayanan Khusus bagi Calon Jemaah Haji Lansia

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta Siapkan Gedung Setara Hotel Bintang 3 untuk Calon Jemaah

Asrama Haji Embarkasi Jakarta Siapkan Gedung Setara Hotel Bintang 3 untuk Calon Jemaah

Megapolitan
Polisi Selidiki Dugaan Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel Saat Sedang Ibadah

Polisi Selidiki Dugaan Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel Saat Sedang Ibadah

Megapolitan
Mahasiswa di Tangsel Diduga Dikeroyok saat Beribadah, Korban Disebut Luka dan Trauma

Mahasiswa di Tangsel Diduga Dikeroyok saat Beribadah, Korban Disebut Luka dan Trauma

Megapolitan
Kasus Kekerasan di STIP Terulang, Pengamat: Ada Sistem Pengawasan yang Lemah

Kasus Kekerasan di STIP Terulang, Pengamat: Ada Sistem Pengawasan yang Lemah

Megapolitan
Kasus Penganiayaan Putu Satria oleh Senior, STIP Masih Bungkam

Kasus Penganiayaan Putu Satria oleh Senior, STIP Masih Bungkam

Megapolitan
Beredar Video Sekelompok Mahasiswa di Tangsel yang Sedang Beribadah Diduga Dianiaya Warga

Beredar Video Sekelompok Mahasiswa di Tangsel yang Sedang Beribadah Diduga Dianiaya Warga

Megapolitan
Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Tegar Tertunduk Dalam Saat Dibawa Kembali ke TKP Pembunuhan Juniornya di STIP...

Megapolitan
Rumah Warga di Bogor Tiba-tiba Ambruk Saat Penghuninya Sedang Nonton TV

Rumah Warga di Bogor Tiba-tiba Ambruk Saat Penghuninya Sedang Nonton TV

Megapolitan
Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Jadwal Pendaftaran PPDB Kota Bogor 2024 untuk SD dan SMP

Megapolitan
Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun 'Jogging Track' di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Sejumlah Warga Setujui Usulan Heru Budi Bangun "Jogging Track" di RTH Tubagus Angke untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Taruna Tingkat 1 STIP Dipulangkan Usai Kasus Penganiayaan oleh Senior

Taruna Tingkat 1 STIP Dipulangkan Usai Kasus Penganiayaan oleh Senior

Megapolitan
Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Ketika Ahok Bicara Solusi Masalah Jakarta hingga Dianggap Sinyal Maju Cagub DKI...

Megapolitan
Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Kelakuan Pria di Tanah Abang, Kerap Makan di Warteg tapi Bayar Sesukanya Berujung Ditangkap Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com