Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi dan Cuplikan Sejarah Keraton Surakarta

Kompas.com - 09/12/2013, 08:58 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ada yang menarik dalam acara World Royal Heritage 2013, Minggu (8/12/2013) kemarin. Keraton Surakarta, tempat Joko Widodo pernah memimpin menjadi wali kota, menyuguhkan filosofi khusus saat kirabnya, yakni menggambarkan perpindahan dari Keraton Kertasura ke Keraton Surakarta Hadiningrat pada 17 Februari 1745 silam.

Peserta Keraton Surakarta Hadiningrat berada di urutan terdepan kirab budaya. Puluhan prajurit, 28 orang di antaranya abdi dalem keraton, berpakaian sorjan lengkap dengan tombak berbaris rapi. Di depan barisan tampak patung sejumlah hewan serta satu rumah joglo sebagai simbolisasi perpindahan keraton.

Dikutip dari salah satu blog, perpindahan keraton itu ditentukan oleh kondisi keraton Kartasura yang rusak berat akibat peritiwa Geger Pacina tahun 1742. Geger bermula dari kebijakan VOC demi mengurangi jumlah warga Tionghoa di Batavia tahun 1740. Orang Tionghoa melarikan diri dan meminta dukungan. Dukungan didapat dari penguasa Mataram Kertasura, yakni Pakubuwana II.

Namun, seiring dengan waktu, keragu-raguan muncul. Pakubuwana berubah arah jadi mendukung kompeni dan menangkap patihnya sendiri, Adipati Natakusuma, lalu membuangnya ke tempat lain. Pada satu sisi, pemberontak Tionghoa terus berlanjut. Mereka malah mendapatkan dukungan dari banyak bupati sekitar keraton, bahkan dari keturunan raja sebelumnya, Mas Garendi, sehingga ada perpecahan dalam keraton.

Geger Pacina tak terhindarkan. Sempat terjadi perebutan kekuasaan antara Mas Gerendi dan Pakubuwana II. Keraton akhirnya berhasil direbut Pakubuwana II pada akhir tahun 1742. Kendati demikian, kondisi istana telah porak poranda. Terlebih lagi, perlawanan oleh pemberontak terus-menerus diterima pihak keraton yang pada akhirnya memaksa Pakubuwana II memutuskan untuk memindahkan keraton ke tempat lainnya.

Pakubuwana II mengutus Patih Jawi Adipati Pringgalaya, Patih Lebet Adipati Sindureja, Mayor Hogendrop, serta beberapa ahli nujum, seperti Tumenggung Hanggawangsa, Magkuyuda, serta Puspanegara, mencari tempat baru untuk keraton mereka.

Seusai menilik beberapa tempat, mereka pun memutuskan Desa Sala (kini bernama Solo), sebagai pusat keraton mereka yang baru. Proses pembangunan keraton itu berlangsung dari tahun 1743 hingga 1745. Rabu Pahing, 17 Sura Sesengkalan, 1745 Masehi atau 17 Februari 1745, adalah hari resmi perpindahan Keraton Kertasura menjadi Keraton Surakarta Hadiningrat hingga saat ini.

Secara tersirat, filosofi itu relevan dengan konteks politik saat ini, perpindahan kekuasaan. Jokowi hijrah dari Wali Kota Surakarta untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian digadang-gadang untuk hijrah ke level yang lebih tinggi, yakni presiden.

Apakah cuplikan sejarah itu ditampilkan sebagai "petunjuk" arah politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk maju menjadi presiden di Pilpres 2014 mendatang? Jokowi hanya tersenyum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com