Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butet Baca Novel Ronggeng 23 Jam

Kompas.com - 08/03/2014, 13:24 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com--Jumat malam (7/3), di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, aktor teater Butet Kertaradjasa membacakan dua bagian dari trilogi novel karya Ahmad Tohari "Ronggeng Dukuh Paruk" dan "Jentera Bianglala", sementara "Lintang Kemukus Dini Hari" tidak dibacakan.

Pembacaan tersebut merupakan bagian dari acara launching "buku audio" yang diproduksi oleh Digital Archipelago sebagai upaya untuk kian memperluas peminat karya sastra Indonesia.

Menurut Ahmad Tohari yang juga hadir dalam acara tersebut, buku audio merupakan terobosan untuk menjawab tantangan zaman yang terus bergerak. "Bagi mereka yang malas membaca, mereka dapat mendengarkan suara Butet yang bisa menggiring pendengarnya leboh jauh mengembara dengan imajinasinya."

Sementara menurut Hristinaz Nicolic Murti dari Digital Archipelago, buku audio adalah upaya untuk kian memperluas penggemar sastra Indonesia. "Menurut saya, media audio ini akan digemari di Indonesia, mengingat tradisi bertutur yang sangat subur di negeri ini," ucap Hristina yang asal Serbia itu.
Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Buku ini bercerita tentang kisah cinta antara Srintil, seorang penari ronggeng muda dan Rasus, temannya sejak kecil yang berprofesi sebagai tentara di desa kecilnya yang dirundung kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan di Indonesia tahun 1960-an.

Ronggeng Dukuh Paruk adalah sebuah novel yang ditulis oleh Ahmad Tohari, seorang penulis asal Banyumas yang karya-karya sastranya telah memenangkan berbagai penghargaan dan diterbitkan dalam berbagai bahasa. Awalnya, novel ini dipublikasikan sebagai cerita bersambung di Harian Kompas. Namun mulai diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1981.

Buku audio pertama berbahasa Indonesia ini dinarasikan oleh Butet Kartaredjasa dan disutradari oleh Dr. Sugiyono. Dalam buku audio yang berdurasi 23 jam ini, para pencinta seni sastra Indonesia diajak ikut tenggelam dalam kisah Srintil melalui musik yang diaransemen oleh Darno Kartawi.

“Sastra Indonesia merupakan salah satu jenis seni yang sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat masa kini. Padahal dari sebuah karya sastra, banyak sejarah penting yang tidak dapat didokumentasikan secara visual tapi dapat dideskripsikan dengan baik dalam rangkaian kata-kata. Seperti dalam karya sastrawan Indonesia, Ahmad Tohari dengan novelnya Ronggeng Dukuh Paruk yang menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat yang tidak mengerti politik hancur akibat malapetaka politik tahun 1965. Saya senang buku ini dijadikan buku audio yang mudah diunduh melalui digital sehingga pesan di dalamnya dapat ditangkap oleh masyarakat, terutama generasi muda saat ini,” ujar Butet Kartaredjasa.

Novel Ronggeng Dukuh Paruk ini bercerita tentang kisah cinta antara Srintil, seorang penari ronggeng muda dan Rasus, temannya sejak kecil yang berprofesi sebagai tentara. Sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru di Dukuh Paruk untuk menggantikan ronggeng terakhir yang meninggal sebelas tahun yang lalu, semangat kehidupan di desa kecil itu kembali menggeliat. Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi karena cantik dan menggoda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadiri May Day Fiesta, Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri May Day Fiesta, Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Massa Buruh Nyalakan 'Flare' dan Kibarkan Bendera di Monas

Massa Buruh Nyalakan "Flare" dan Kibarkan Bendera di Monas

Megapolitan
Ribuan Buruh Ikut Aksi 'May Day', Jalanan Jadi 'Lautan' Oranye

Ribuan Buruh Ikut Aksi "May Day", Jalanan Jadi "Lautan" Oranye

Megapolitan
Bahas Diskriminasi di Dunia Kerja pada Hari Buruh, Aliansi Perempuan: Muka Jelek, Eh Tidak Diterima...

Bahas Diskriminasi di Dunia Kerja pada Hari Buruh, Aliansi Perempuan: Muka Jelek, Eh Tidak Diterima...

Megapolitan
Ribuan Polisi Amankan Aksi 'May Day', Kapolres: Tidak Bersenjata Api untuk Layani Buruh

Ribuan Polisi Amankan Aksi "May Day", Kapolres: Tidak Bersenjata Api untuk Layani Buruh

Megapolitan
Korban Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan, Jasad Mengapung 2,5 Kilometer dari Titik Kejadian

Korban Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan, Jasad Mengapung 2,5 Kilometer dari Titik Kejadian

Megapolitan
Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang, Lalin Sempat Tersendat

Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang, Lalin Sempat Tersendat

Megapolitan
Jalanan Mulai Ditutup, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Jakarta Saat Ada Aksi 'May Day'

Jalanan Mulai Ditutup, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Jakarta Saat Ada Aksi "May Day"

Megapolitan
Massa Aksi 'May Day' Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Massa Aksi "May Day" Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Megapolitan
Rayakan 'May Day', Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Rayakan "May Day", Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Megapolitan
Pakar Ungkap 'Suicide Rate' Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Pakar Ungkap "Suicide Rate" Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Megapolitan
Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi 'May Day'

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi "May Day"

Megapolitan
3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com