Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Maaf, Ahok Kapok Gunakan Istilah "Di-Prijanto-kan"

Kompas.com - 10/03/2014, 14:24 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku sudah meminta maaf kepada mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto terkait istilah "di-Prijanto-kan". Ia pun berjanji tidak akan pernah lagi menggunakan istilah tersebut. Meski demikian, Basuki tidak menjelaskan makna dari kata tersebut.

"Saya sudah minta maaf, kok, sama beliau (Prijanto). Beliau tersinggung. Istilah 'di-Prijanto-kan', 'di-JK-kan' itu sudah ada di Kompasiana. Tidak tahu kenapa beliau tersinggung saya menggunakan istilah yang sama," kata Basuki di Balaikota, Jakarta, Senin (10/3/2014).

"Saya tidak bermaksud merendahkan beliau. Tapi karena beliau keberatan, saya minta maaf. Saya juga tidak mau pakai istilah itu lagi," katanya lagi menanggapi pernyataan Prijanto.

Basuki mengakui, permintaan maaf disampaikannya setelah Prijanto menyampaikan keberatan terhadap pernyataannya yang menyatakan akan "mem-Prijanto-kan" Wakil Gubernur yang tidak bisa selaras dengan dirinya.

Undang-undang yang berlaku mengharuskan seorang kepala daerah untuk mengundurkan diri dari jabatannya apabila mencalonkan diri sebagai calon presiden. Jika Joko Widodo alias Jokowi mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI, maka Basuki yang akan menduduki kursi DKI-1.

"Saya ngomong di telepon, dia minta dicabut (beritanya). Saya bilang, mana bisa kita ngatur wartawan," ujar Basuki.

Lebih lanjut, Basuki berjanji ke depannya akan lebih berhati-hati dalam menggunakan istilah, terutama yang berhubungan dengan nama seseorang. "Belajar jangan lagi menyinggung. Walaupun itu istilah umum, tapi karena menyangkut orang, ya sudah. Kalau gitu, jangan dipinjam lagi istilahnya. Sensitif soalnya," tukas pria yang akrab disapa Ahok itu.

Sebelumnya, Prijanto menyayangkan tindakan Basuki yang menyebut istilah "di-Prijanto-kan". Meski begitu, ia mengakui jika istilah tersebut sudah pernah muncul lama di laman Kompasiana. Artikel itu diunggah oleh Go Teng Shin pada Mei 2013 dengan judul Ahok: Pendamping atau Pesaing Jokowi.

Selain mengeluarkan istilah "di-Prijanto-kan", Go Teng Shin juga mengeluarkan istilah "di-JK-kan (Jusuf Kalla)". Kendati demikian, maksud dari Go Teng Shin membuat artikel tersebut dengan alasan yang logis dan tutur bahasa yang sopan.

Istilah "di-JK-kan" berkaca pada hubungan SBY dengan JK saat berdampingan sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2004-2009, hingga akhirnya JK tidak difungsikan dengan baik jelang Pemilu 2009. Sedangkan istilah "di-Prijanto-kan", menurut Go Teng Shin, berarti Prijanto yang diamankan dan tidak boleh berbicara oleh sang Gubernur kala itu, Fauzi Bowo.

"Ahok, kan, tidak, dia menyatakan seolah-olah saya ini tidak bekerja untuk rakyat. Berarti dia sudah menganggap dirinya seperti Fauzi Bowo dan wakilnya dari PDI-P harus 'di-Prijanto-kan', ini, kan, gila," kata Prijanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute Bus Tingkat Wisata Transjakarta BW2

Rute Bus Tingkat Wisata Transjakarta BW2

Megapolitan
Cara ke Mall Kelapa Gading Naik Kereta dan Transjakarta

Cara ke Mall Kelapa Gading Naik Kereta dan Transjakarta

Megapolitan
Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Ayah di Jaktim Setubuhi Anak Kandung sejak 2019, Korban Masih di Bawah Umur

Megapolitan
Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Sempat Tersendat akibat Tumpahan Oli, Lalu Lintas Jalan Raya Bogor Kembali Lancar

Megapolitan
Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Ibu di Jaktim Rekam Putrinya Saat Disetubuhi Pacar, lalu Suruh Aborsi Ketika Hamil

Megapolitan
Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Komnas PA Bakal Beri Pendampingan Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Penanganan Kasus Pemerkosaan Remaja di Tangsel Lambat, Pelaku Dikhawatirkan Ulangi Perbuatan

Megapolitan
Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

Megapolitan
Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Megapolitan
Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Megapolitan
Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Megapolitan
Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Megapolitan
Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Megapolitan
Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi 'Pilot Project' Kawasan Tanpa Kabel Udara

Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi "Pilot Project" Kawasan Tanpa Kabel Udara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com