Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal 'Borok' Dinas Pendidikan, Langkah Jokowi Disayangkan

Kompas.com - 14/04/2014, 08:15 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri menyayangkan pernyataan Gubernur Jakarta yang menyebut tidak akan membawa temuan duplikasi dan mark up anggaran ke penegak hukum. Febri menilai pernyataan bakal calon presiden dari PDI Perjuangan tersebut, kurang tepat.

"Ndak tepat rasanya. Harusnya tetap diusut saja ke penegak hukum," ujar Febri saat dihubungi Kompas.com, Minggu (13/4/2014) kemarin.

Menurut Febri, duplikasi dan mark up mata anggaran tersebut kemungkinan besar terjadi lantaran disengaja, mengingat jumlahnya besar, yakni mencapai Rp1,2 triliun. Oleh sebab itu, kata dia, pantas jika temuan dilaporkan saja ke penegak hukum supaya bisa ditelusuri di tahap mana anggaran tersebut terjadi kesalahan.

Febri menjelaskan, sebuah anggaran merupakan hasil komunikasi antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dengan anggota DPRD DKI Jakarta. Bukan tidak mungkin, ada suap menyuap di antara kedua instansi itu untuk meloloskan mata anggaran yang telah diduplikasi atau digelembungkan.

"Ada empat unsur di korupsi. Pertama unsur melawan hukum. Kedua, menimbulkan kerugian negara. Ketiga memperkaya diri sendiri dan orang lain. Keempat ya si pelaku. Saya yakin dalam kasus ini ada salah satu unsur yang memenuhi," kata Febri menjelaskan.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Lasro Marbun menemukan mark up hingga pos anggaran yang dobel di tubuh dinasnya sendiri dalam APBD 2014 dalam jumlah fantastis. Jumlah anggaran dobel sebesar Rp 700 miliar serta jumlah penggelembungan anggaran yakni sebesar Rp500 miliar.

"Kita akan pilah sekarang. Pokoknya akan kita laksanakan sesuai dengan kebutuhan saja. Sisanya, akan dikembalikan, jadi silpa," ujar Lasro.

Lasro mengatakan, perencanaan APBD 2014 tersebut bukan disusun oleh dirinya, melainkan disusun oleh Dinas Pendidikan DKI sebelumnya. Lasro baru menjabat sebagai Kadisdik DKI Jakarta sejak awal Maret 2014, sementara jabatan sebelum dia, diisi oleh Taufik Yudi Mulyanto yang kini menjadi salah satu anggota Tim Gubernur Percepatan Pembangunan (TGuPP).

Saat dikonfirmasi, Jokowi memastikan tidak akan membawa temuan itu ke penegak hukum. Dia mengatakan, potensi korupsi tersebut telah diantisipasi dengan penguncian anggaran.

"Anggaran yang itu belum digunakan. Baru di-lock. Kalau itu sudah digunakan baru ke hukum," ujar Jokowi.

Jokowi telah menginstruksikan agar anggaran yang dobel dan telah terbukti mark up telah dikunci agar tidak dapat digunakan. Anggaran tersebut akan dialokasikan ke pos lain dalam APBD Perubahan 2014 yang akan mulai disusun pada akhir tahun ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada yang Janggal dari Berubahnya Pelat Mobil Dinas Polda Jabar Jadi Pelat Putih...

Tak Ada yang Janggal dari Berubahnya Pelat Mobil Dinas Polda Jabar Jadi Pelat Putih...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ | Apesnya Si Kribo Usai 'Diviralkan' Pemilik Warteg

[POPULER JABODETABEK] Mobil Dinas Polda Jabar Sebabkan Kecelakaan Beruntun di Tol MBZ | Apesnya Si Kribo Usai "Diviralkan" Pemilik Warteg

Megapolitan
Cara Naik Bus City Tour Transjakarta dan Harga Tiketnya

Cara Naik Bus City Tour Transjakarta dan Harga Tiketnya

Megapolitan
Diperiksa Polisi, Ketum PITI Serahkan Video Dugaan Penistaan Agama oleh Pendeta Gilbert

Diperiksa Polisi, Ketum PITI Serahkan Video Dugaan Penistaan Agama oleh Pendeta Gilbert

Megapolitan
Minta Diskusi Baik-baik, Ketua RW di Kalideres Harap SK Pemecatannya Dibatalkan

Minta Diskusi Baik-baik, Ketua RW di Kalideres Harap SK Pemecatannya Dibatalkan

Megapolitan
Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com