Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Padian Tidak Ingin Orangtuanya Menangis

Kompas.com - 04/07/2014, 15:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kegiatan ekstrakurikuler pencinta alam SMA Negeri 3 Jakarta Selatan kembali menelan korban. Padian Prawirodirya (16) menyusul kepergian Arfiand Caesar Al Irhami (15), teman akrabnya yang meninggal pada 20 Juni lalu. Dua teman sebangku itu telah pergi untuk selama-lamanya.

Di kediamannya di Jalan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, sejak pukul 09.30, telah berkumpul puluhan guru dan teman sekolah Padian. Mereka ingin mengiringi jenazah sebelum dibawa ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

”Dia anaknya baik dan suka membantu teman. Hampir sama sifatnya sama Arfiand, teman sebangkunya. Dua teman kelas kami telah pergi,” kata Aji (16), salah satu teman sekelas korban.

Hal yang sama diutarakan Amanda (15), teman anggota Paskibraka SMAN 3, tempat Padian juga bergabung. ”Dia terkenal kalem, tetapi suka bercanda juga. Pinter lagi,” kata Amanda.

Padian memang menjadi salah satu siswa kelas X A di SMA 3. Kelas X A ini disebut juga kelas CI atau Cerdas Istimewa.

Untuk masuk ke kelas ini, siswa harus menempuh persaingan ketat. Mereka harus bersaing dengan semua siswa kelas X dan disaring menjadi 72 orang. Setelah itu, dipilih lagi 36 orang terbaik yang akan menjadi penghuni kelas tersebut.

”Mereka semua berprestasi. Padian salah satunya,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan La Ode Makbudu.

Meski terlihat haru, Jaka Waluya, ayah korban, menerima kepergian putra pertamanya dengan besar hati. Apalagi, sejak di rumah sakit anak pertama dari dua bersaudara ini telah mengingatkan kedua orangtuanya untuk tidak menangisi keadaan.

”Kami yakin Padian meninggal dalam keadaan bahagia karena dia meninggal dalam kegiatan yang dia senangi. Kami selaku orangtua mengikhlaskan dan tidak menyalahkan siapa pun,” kata Jaka saat memberikan sepatah kata sebelum Padian diantar ke Taman Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo.

Kekerasan terpelihara

Kematian Padian hingga saat ini belum bisa dipastikan penyebabnya. Menurut sejumlah informasi yang masuk ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan, Padian dikatakan teracuni bisa dari hewan. Belum dipastikan hewan apa yang kemungkinan menggigit Padian karena saat kejadian, yaitu pada Jumat (20/6) malam, sehingga tidak terlihat jelas apakah ular atau binatang berbisa lainnya.

Terkait sanksi kepada pihak sekolah yang lalai, Kepala Polres Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan, secara administrasi itu adalah tugas Dinas Pendidikan. Namun, jika ada unsur pidana, ia siap memprosesnya.

Aktivis pendidikan, Retno Listyarti, melihat perundungan sulit diputus karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman mereka yang berada di dunia pendidikan, termasuk guru, orangtua, dan siswa seputar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan UU tersebut, dalam zona pendidikan tidak diperkenankan ada kekerasan dalam bentuk apa pun dan dengan alasan apa pun.

Di sisi lain, menurut Retno, kekerasan anak-remaja sekarang adalah cerminan kondisi dunia pendidikan di negeri ini.

Ia menilai kekerasan dibiarkan terpelihara di jenjang birokrasi hingga di kalangan pendidikan. Kadang alasannya begitu sederhana, hanya ingin nama baik sekolah tidak tercoreng, jadi para guru melindungi para pelaku kekerasan atau berupaya agar kasusnya tidak sampai masuk ke ranah hukum.

Dari sejumlah laporan yang diterima Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), di beberapa sekolah masih ada tangga khusus bagi siswa kelas III sehingga mereka tak perlu berjejalan. Siswa senior terkadang juga menguasai bagian tertentu dari kantin dan area parkir di sekolah.
Sejajar

Seperti pernah dimuat di Kompas (2/5/2014), Retno mengamini pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan yang membebaskan. Paulo menegaskan bahwa sejatinya guru dan siswa memiliki posisi sejajar. Hanya fungsinya yang berbeda. Dalam posisi yang setara, akan tumbuh budaya diskusi, komunikasi yang baik, dan jelas bukan budaya kekerasan.

Dalam relasi yang setara, sekolah menjadi tempat pembangunan karakter. Anak-anak dari latar belakang keluarga yang beragam, suku, dan agama berbeda-beda tumbuh dengan karakter yang sehat, anti-kekerasan, dan menghargai sesama.

Andai saja pemikiran Paulo direalisasikan, sekolah akan menjadi taman tempat anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan tangguh. Padian atau Arfiand mungkin tak harus pergi pada usia yang sedang kuncup sebagai tunas bangsa.
(NELI TRIANA/A10)

Baca juga:

Kadisdik: Padian Meninggal Karena Gigitan Binatang
Padian Diduga Meninggal akibat Penganiayaan
Satu Lagi Siswa SMA 3 Rombongan Pencinta Alam Meninggal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com