Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Bekas Penjajah, Tugu Chastelein Dilarang Berdiri di Depok

Kompas.com - 06/09/2014, 09:00 WIB
Laila Rahmawati

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com — Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), yang beranggotakan orang-orang asli Depok, dilarang membangun tugu Cornelis Chastelein oleh Pemerintah Kota Depok. Menurut anggota YLCC, Yano Jonathans, Pemerintah Kota Depok beralasan, Chastelein, yang berkebangsaan Belanda, adalah penjajah. Ia tidak layak dikenang, apalagi dihormati.

"Saya akui dia memang penjajah karena datang ke Indonesia untuk bekerja di VOC, tapi hatinya itu humanis. Dia perhatian sekali dengan Depok," kata Yano di kantor YLCC, Senin (1/9/2014).

Chastelein datang dari Belanda ke Indonesia pada umur 17 tahun untuk bekerja di VOC. Setelah bekerja selama 19 tahun, ia mengundurkan diri dari VOC karena tak sepaham dengan pemimpin VOC yang baru.

Setelah pensiun, ia membeli lahan di pinggiran Jakarta yang kemudian dikenal dengan Depok. Di sana, ia mempekerjakan 150 budak yang didatangkan dari berbagai wilayah. Ketika Chastelein meninggal pada 28 Juni 1714, ia meninggalkan wasiat yang menyatakan semua budaknya merdeka dan seluruh tanah Depok adalah milik para budak tersebut.

Budak-budak inilah yang menurunkan orang-orang asli Depok atau dikenal dengan "Belanda Depok". Atas kebaikan hati Chastelein, setiap 28 Juni, orang asli Depok memperingatinya sebagai "Depokse Daag" (Hari Depok).

Pada peringatan ke-300 Hari Depok, 28 Juni 2014, YLCC mencoba untuk membangun kembali tugu Chastelein yang terletak di halaman depan Rumah Sakit Harapan, Jalan Pemuda, Pancoranmas, Depok.

"Kita bangun tugu, tapi Dinas Pariwisata nggak mengizinkan. Alasannya karena Belanda penjajah. Padahal, kami bangunnya di atas kebun sendiri (lahan milik YLCC). Akhirnya, sekarang tugu itu kami tutupi terpal," kata Yano yang merupakan generasi keenam dari Belanda Depok.

Pada peringatan ke-200 Hari Depok, 28 Juni 1914, menurut Yano, YLCC sudah membangun sebuah tugu peringatan Cornelis Chastelein di tempat yang sama dengan tugu sekarang. Akan tetapi, tugu tersebut dihancurkan massa karena dianggap sebagai simbol antek-antek Belanda.

Pantauan Kompas.com, tugu setinggi 2-3 meter tersebut tertutupi terpal berwarna biru. Tugu tersebut terletak tepat di tengah halaman depan RS Harapan. Di antara tugu dan teras rumah sakit, terpancang tegak tiang bendera lengkap dengan sang merah putih yang berkibar tertiup angin.

Tugu tersebut hanya berbentuk balok persegi panjang, bukan patung manusia atau semacamnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyidikan Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Belum Final...

Penyidikan Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Belum Final...

Megapolitan
Motor Warga Kampung Pugur Dicuri, Maling Beraksi Saat Korban Olahraga Pagi

Motor Warga Kampung Pugur Dicuri, Maling Beraksi Saat Korban Olahraga Pagi

Megapolitan
Longsor 'Teror' Warga New Anggrek 2, Was-was Mencengkram meski Tinggal di Perumahan Elite

Longsor "Teror" Warga New Anggrek 2, Was-was Mencengkram meski Tinggal di Perumahan Elite

Megapolitan
Geruduk Mahasiswa Berujung Petaka, 4 Warga di Tangsel Kini Jadi Tersangka

Geruduk Mahasiswa Berujung Petaka, 4 Warga di Tangsel Kini Jadi Tersangka

Megapolitan
PKB Kota Bogor Andalkan Hasil Survei untuk Usung Kandidat pada Pilkada 2024

PKB Kota Bogor Andalkan Hasil Survei untuk Usung Kandidat pada Pilkada 2024

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta, Rabu 8 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam Nanti Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta, Rabu 8 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam Nanti Berawan

Megapolitan
Hari Pertama Pendaftaran Cagub Independen, KPU DKI Belum Terima Berkas Masuk

Hari Pertama Pendaftaran Cagub Independen, KPU DKI Belum Terima Berkas Masuk

Megapolitan
Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Megapolitan
Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Megapolitan
Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Megapolitan
Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Megapolitan
Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Megapolitan
Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Megapolitan
Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com