JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, mengaku pesimistis bila Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) benar-benar memutuskan menjadi gubernur tanpa wakil. Ia menilai, meskipun sudah dibantu oleh empat deputi dan sekretaris daerah, posisi wakil gubernur masih dibutuhkan.
"Wakil kepala daerah tidak bisa dikosongkan, proses pemilihannya harus tetap dilakukan," kata Ari saat dihubungi, Jumat (12/9/2014).
Ia mengatakan, belum ada dalam aturan bila kepala daerah tidak didampingi oleh wakil. Wakil kepala daerah tetap harus ada, kecuali bila proses politiknya belum selesai.
Artinya, menurut Ari, bila Ahok memutuskan menjadi gubernur DKI tanpa wakil, itu harus sementara saja. Selanjutnya, proses pemilihan wakil gubernur tetap harus dilakukan.
Wakil gubernur, jelas Ari, memiliki simbol dan legitimasi politik seperti halnya gubernur. Sementara itu, deputi dan sekda, meskipun dapat membantu gubernur, tidak memiliki legitimasi tersebut.
"Keduanya tidak sama, tetap harus ada wakil," tandas Ari.
Misalnya, wakil dapat menggantikan gubernur bila berhalangan, tetapi deputi atau sekda tidak bisa. "Wakil dibutuhkan sebagai simbolik," ujarnya.
Kendati demikian, ia juga menekankan pentingnya kecocokan dan kemampuan bekerja sama antara gubernur dan wakilnya. Jika tidak, pemerintahan tidak akan berjalan efektif dan terjadi komplikasi kepemimpinan daerah.
Dengan terpilihnya Gubernur DKI Joko Widodo menjadi presiden terpilih, Ahok akan menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI. Karena itu, posisi wakil gubernur akan kosong setelah ditinggal Ahok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.