Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gedung Tinggi Menjamur di Jakarta

Kompas.com - 01/10/2014, 14:44 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Gedung tinggi kini mudah ditemukan di pelosok Jakarta. Bahkan, di kawasan dengan fasilitas umum yang minim pun gedung tinggi berdiri. Meskipun keberadaannya dibutuhkan, segudang masalah berpotensi muncul akibat pertumbuhan tak tertata.

Berdasarkan data Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B), saat ini ada sekitar 800 bangunan berlantai sembilan ke atas di Jakarta. Pertumbuhan gedung tinggi paling pesat terjadi tahun 2013, terutama gedung perkantoran dan apartemen.

Tahun ini dan tahun depan, kata Kepala Dinas P2B DKI Jakarta I Putu Ngurah Indiana, Selasa (30/9/2014), pertumbuhan diprediksi tidak sepesat tahun lalu mengingat kondisi politik dan ekonomi di Indonesia yang tidak menentu.

Kawasan hunian biasa yang sontak berubah karena hadirnya kompleks gedung jangkung antara lain di Rawa Belong, Jakarta Barat, dan Jalan Ciledug Raya, Jakarta Selatan. Di Rawa Belong, jalur utamanya maksimal selebar 12 meter, tetapi di sini berdiri kompleks apartemen dan kampus.

Berlimpahnya mahasiswa yang menghuni kawasan itu memicu pertumbuhan tempat makan, hiburan, tempat pencucian pakaian, dan jasa lain. Akibatnya, Rawa Belong kini lekat dengan kemacetan. Kondisi serupa kini menghantui kawasan Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan. Setelah beroperasinya Kalibata City, kemacetan parah selalu terjadi di daerah ini setiap pagi dan sore.

Kondisi yang lebih parah diperkirakan terjadi di Jalan Ciledug Raya. Saat ditelusuri, Selasa, sepanjang 5 kilometer dari perbatasan Jakarta Selatan-Tangerang hingga Pasar Kebayoran Lama, sedikitnya ada tiga proyek kompleks gedung jangkung dalam pengerjaan.

Di samping itu, di jalan selebar lebih kurang 14 meter yang terdiri atas dua jalur itu sudah ada kompleks Pasar Cipulir, Pasar Kebayoran Lama, beberapa kompleks sekolah swasta, dan dua rumah sakit. Selebihnya, tepi kanan dan kiri jalan ini dipadati tempat usaha, mulai dari tempat makan, toko mebel, hingga bengkel. ”Kalau pagi, mulai dari pukul 06.00 sudah padat. Sepeda motor saja ikut macet,” kata Kusuma (31), warga Larangan Utara, Kota Tangerang.

Jika rata-rata setiap proyek gedung vertikal di Ciledug mempunyai 2.200 unit hunian, saat gedung beroperasi nanti, ruas Jalan Ciledug akan mendapat tambahan sekitar 8.800 mobil. Asumsinya, satu unit apartemen mempunyai satu mobil.

Andai semua mobil keluar bersamaan dalam satu waktu dan berjajar dua baris dalam satu ruas jalan, sekitar 17 kilometer jalan akan dipadati mobil. Dapat dipastikan, ruas Jalan Ciledug semakin bertambah padat lalu lintasnya.

Penurunan muka tanah

Kemacetan hanyalah salah satu dampak akibat pembangunan yang salah kaprah. Menurunnya permukaan tanah dan meluasnya genangan banjir juga menjadi ancaman.

Penurunan permukaan tanah menjadi dampak lain yang tidak terjadi dalam waktu dekat. Penyedotan air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih penghuni apartemen lama-kelamaan bisa menciptakan ruang kosong di bawah permukaan tanah. Keberadaan rongga tanah ditambah beban berat dari gedung-gedung tinggi akan mempercepat penurunan tanah.

Penghitungan Litbang Kompas berdasarkan penghitungan kebutuhan air per individu sesuai data Kementerian Pekerjaan Umum, satu orang membutuhkan 150 liter air bersih setiap hari. Jika satu apartemen dengan 2.200 kamar dihuni oleh sedikitnya 4.400 orang, kebutuhan air setiap hari mencapai 660.000 liter. Dalam setahun, kebutuhan air mencapai 240 juta liter. Itu baru kebutuhan satu hunian vertikal.

Di Ciledug, khususnya kawasan Cipulir, Swadarma, dan Pesanggrahan, selama ini rutin tergenang saat Kali Pesanggrahan meluap ketika musim hujan. Tanpa diiringi pembangunan sistem drainase yang baik, limpahan limbah rumah tangga dan penyedotan air tanah yang luar biasa dipastikan mempertinggi potensi rawan genangan.

Ada dasarnya

Wali Kota Jakarta Selatan Syamsudin Noor menolak menanggapi kemungkinan potensi masalah akibat pembangunan di Ciledug Raya. ”Menyangkut teknis sebaiknya ke dinas tata ruang. Ada hitung-hitungannya terkait jalan dan koefisien luas bangunan serta hal-hal lainnya,” katanya.

Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Gamal Sinurat, kemarin, mengatakan, pembangunan gedung tinggi, seperti perkantoran atau apartemen, harus menyertakan rencana tata letak bangunan sebagai syarat pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB). Di dalam rencana itu tercakup juga pengaturan lalu lintas dan saluran air.

Secara terpisah, Kepala Dinas P2B DKI Jakarta I Putu Ngurah Indiana mengatakan, sebelum IMB dikeluarkan, Dinas Tata Ruang DKI Jakarta terlebih dulu akan melihat infrastruktur di sekitar gedung, termasuk menentukan berapa koefisien lantai bangunan yang boleh dibangun dan pengaturan lalu lintas sebelum menerbitkan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). (FRO/ART/NEL/Litbang KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com