"Kalau bantuan, protap kita sangat cepat. Begitu ketinggian sampai sepinggang orang dewasa, hanya tiga jam Dinas Sosial sudah mampu buka tenda dan siapkan makanan. Tapi, kalau baru semata kaki, masih bisa jalan mah enggak usah diberi," kata Basuki, di Balaikota, Kamis (20/11/2014).
Sebab, lanjut dia, ada beberapa oknum warga yang justru senang ketika banjir melanda. Sebab, setiap kali rumah mereka digenangi air meski hanya semata kaki, berbagai bantuan makanan dan kebutuhan lainnya berdatangan. Padahal, ada warga yang kondisinya lebih memprihatinkan dan harus lebih diutamakan.
Kebijakan pembatasan bantuan ini, menurut Basuki, dilakukan untuk menyadarkan warga agar tak terus bergantung pada bantuan pemerintah.
"Selama kamu bisa jalan, beli saja makanan di luar. Toh kerendemnya juga enggak berhari-hari lagi, masa kerendem 2-3 jam minta bantuan, enggak bisa lagi sekarang, supaya kasih pelajaran juga," kata Basuki menegaskan.
Ia kemudian mencontohkan, ketika turun hujan di pemukiman kumuh, warga justru sengaja melubangi sheetpile (dinding turap) agar air genangan mengalir ke sungai. Padahal, dinding turap berfungsi menahan luapan air dan mencegah longsor.
"Mereka bilang kalau sheetpile-nya dilubangin biar sama-sama banjir, kurang ajar kalau gitu caranya. Ada orang tinggal di bawah sungai, wartawan laporkan, Jakarta banjir 7 meter di Kampung Pulo. Kalau banjir 7 meter mah rumah saya di Pluit tenggelam, orang dia tinggal di bawah sungai 7 meter," kata Basuki kesal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.