Seorang perempuan ditangkap oleh petugas Direktorat Jenderal Keimigrasian yang menyamar jadi konsumen pelacuran, Selasa (2/12) malam. Perempuan itu mengakui terlibat pelacuran. Dari pengakuan itu, petugas melacak dan menangkap 17 perempuan lainnya, Rabu malam. Seorang perempuan lain menyerahkan diri, Kamis pagi.
Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Sonny Mulvianto Utomo mengatakan, keberadaan praktik pelacuran itu harus diwaspadai. Bisa jadi, kata Sonny, praktik itu menyelubungi kejahatan lebih besar, antara lain peredaran narkotika atau perdagangan manusia. ”Harus diwaspadai dan segera diantisipasi,” kata Sonny, Minggu kemarin.
Dari penangkapan itu, lanjut Sonny, akan ditindaklanjuti dengan terus berkoordinasi dengan jajaran imigrasi untuk memantau aktivitas para imigran di Puncak. Jangan sampai para imigran yang sedang mencari perlindungan itu terjerat oleh kasus kejahatan. Selain itu, warga Puncak juga jangan jadi korban atau terlibat dalam praktik kejahatan.
Meski agak sulit tertangkap tangan, kata Sonny, peran warga dalam praktik pelacuran cukup terasa, misalnya sebagai pengantar perempuan yang dilacurkan kepada konsumen atau penghubung. ”Kami akan berantas praktik ini. Jika ada warga Indonesia yang terlibat, tentu ditangkap untuk diproses hukum,” katanya.
Kepala Kantor Imigrasi Bogor Herman Lukman mengatakan, para perempuan yang ditangkap itu seusai diperiksa dideportasi ke Maroko. Para perempuan itu berusia 20-25 tahun, kecuali satu orang berusia 33 tahun.
Mereka masuk ke Indonesia dengan paspor turis. Beberapa di antara mereka sudah lewat masa kunjungan. Adapun pasar pelacuran ini diduga lelaki Timur Tengah dan warga lokal yang berduit. Mereka mengklaim tarif sekali kencan singkat mencapai Rp 2,5 juta-Rp 5 juta.
Wilayah Cisarua sudah dikenal sebagai ”kampung” Timur Tengah. Di sini ada kafe dan restoran nuansa padang pasir, vila atau hotel khusus untuk mereka, deretan toko, serta tempat penukaran uang. Tak sulit menemukan orang berciri fisik Asia Barat dan Afrika Utara, termasuk Timur Tengah, di daerah itu.
Koordinator Komunitas Peduli Puncak Tedja Kusumah pernah menyatakan, amat resah tetapi seakan tak mampu membendung kedatangan para wisatawan asal Asia Barat yang ternyata membuka praktik pelacuran. ”Itu bukan jati diri Puncak. Puncak adalah kawasan lindung dan juga tempat wisata alam,” katanya.
Pelaksana Tugas Bupati Bogor Nurhayanti pun resah dengan laporan warga atas praktik pelacuran oleh warga asing di Puncak. Hal itu mendorong dirinya memerintahkan Satuan Polisi Pamong Praja untuk terus berpatroli. (BRO)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.