"Harapan saya mau dia dipecat dan dihukum seberat-beratnya. Supaya jangan lagi ada korban anak-anak," kata HES, saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (8/1/2015). Akibat perbuatan oknum polisi berpangkat brigadir kepala (Bripka) yang berdinas di Polres Metro Jakarta Timur itu, NS kini menjadi trauma.
Korban kerap mengurung diri, bengong, mengigau tiap malam, hingga takut bila melihat pria dewasa. NS juga tak dapat melanjutkan aktivitas pendidikannya di play group. Belum lagi, orangtua khawatir dengan kondisi kesehatan dan psikologis anaknya.
Sebab, organ vital NS mengeluarkan cairan putih yang tak wajar. HES berharap putrinya itu tak terkena penyakit kelamin. Meski menyatakan putrinya saat ini dalam kondisi sehat, HES belum mengecek kondisi sang anak. [Baca: Begini Bocah 4,5 Tahun Ungkap Oknum Polisi yang Mencabulinya]
"Itu pun mau cek susah karena anak saya kalau dibawa ke dokter belum mau. Saya hanya berdoa mudah-mudahan enggak ada," ujar HES. Saat ini, dia meminta pelindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Termasuk pelindungan psikologis untuk putrinya dan lainnya.
Gadis kecil ini diduga dicabuli oleh CH sekitar pertengahan September 2014 kemarin. Kasus ini terbongkar setelah orangtua NS mendapati perubahan perilaku dan keluhan sakit dibagian kelami putrinya.
NS kemudian membuat pengakuan yang mengejutkan keluarga. NS mengaku telah dicabuli oleh ayah teman bermainnya itu. Keluarga lantas melaporkannya kepada pihak kepolisian, pada 22 September 2014.
Polisi meringkus CH hampir sepekan setelahnnya. Bripka CH pun sudah mengakui perbuatannya dan ada bukti visum dari RS Polri. Bripka CH terancam dipecat dengan tidak hormat dari kesatuannya. Namun, prosesnya setelah Bripka CH menjalani sidang di pengadilan negeri.
"Setelah itu ada sidang kode etik. Untuk memberhentikan anggota Polri harus melalui vonis pada sidang kode etik dulu," ujar Kepala Bagian Humas Polres Metro Jakarta Timur, Komisaris Sri Bhayangkari.
Pelaku dijerat dengan Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 23 Tahun 2002. Ancaman hukuman minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun. Pelaku juga terancam denda minimal Rp 60 juta dan maksimal Rp 300 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.