Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Panas akibat Dominasi Angin dari Belahan Bumi Selatan

Kompas.com - 16/01/2015, 19:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Warga Jakarta dan sekitar- nya merasakan kondisi cuaca yang berganti-ganti, dari hujan hampir sepanjang hari menjadi panas terik. Padahal, secara umum, wilayah Indonesia bulan ini sedang dalam puncak musim hujan. Penyebabnya adalah angin dari belahan bumi selatan yang kering dominan dan mendesak angin dari belahan bumi utara yang basah.

Hari Kamis (15/1), misalnya, cuaca cerah dan tidak ada hujan di wilayah Jakarta. Sementara itu, hujan turun beberapa kali dengan berbagai intensitas dalam sehari setidaknya pada Senin hingga Rabu sebelumnya.

”Tidak hanya di Jakarta dan sekitarnya. Dampak cuaca panas juga terjadi di Jawa ke arah timur, hingga Bali dan Nusa Tenggara,” kata Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Mulyono R Prabowo di Jakarta, Jumat.

Menurut Mulyono, angin dari belahan bumi selatan lebih kuat sehingga mendesak angin dari belahan bumi utara untuk bergeser lebih ke utara di garis pertemuan dua massa udara (intertropical convergence zone). Angin belahan bumi selatan berembus dari barat ke timur.

Pusat tekanan rendah

Pemicu kondisi itu adalah terdapat pusat tekanan tinggi di lautan sebelah barat Australia dan pusat tekanan rendah di Darwin, Australia. Akibatnya, angin dari barat Australia bergerak secara kuat ke arah pusat tekanan rendah dan menimbulkan angin yang mencapai Jawa hingga Nusa Tenggara.

Kecepatan angin mencapai 25-30 knot, sedangkan kecepatan angin rata-rata 15 knot. Bahkan, lanjut Mulyono, kondisi cuaca panas sempat terjadi seminggu di Nusa Tenggara karena begitu kuatnya angin dari belahan bumi selatan. ”Karena angin bersifat kering, awan hujan sulit terbentuk. Suhu menjadi sekitar 31 derajat celsius, sedangkan saat hujan berkisar 27-28 derajat celsius,” ujarnya.

Namun, kondisi tersebut tidak terjadi sepanjang hari. Akibatnya, cuaca panas terik bisa berganti ke hujan dalam sehari dengan perbedaan suhu yang signifikan. Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik BMKG A Fachri Radjab mengatakan, perbedaan cuaca bisa terjadi pada musim apa pun mengingat adanya variabilitas cuaca.

Berdasarkan pantauan, Jumat, pusat tekanan tinggi di lautan barat daya Australia bertekanan udara 1.025 milibar, sedangkan pusat tekanan rendah di Darwin 1.005 milibar. Menurut Fachri, angin dari belahan bumi selatan kemungkinan tidak dominan lagi mulai Sabtu sehingga potensi hujan lebih besar. (J Galuh Bimantara)

JAKARTA, KOMPAS — Warga Jakarta dan sekitar- nya merasakan kondisi cuaca yang berganti-ganti, dari hujan hampir sepanjang hari menjadi panas terik. Padahal, secara umum, wilayah Indonesia bulan ini sedang dalam puncak musim hujan. Penyebabnya adalah angin dari belahan bumi selatan yang kering dominan dan mendesak angin dari belahan bumi utara yang basah.

Hari Kamis (15/1), misalnya, cuaca cerah dan tidak ada hujan di wilayah Jakarta. Sementara itu, hujan turun beberapa kali dengan berbagai intensitas dalam sehari setidaknya pada Senin hingga Rabu sebelumnya.

”Tidak hanya di Jakarta dan sekitarnya. Dampak cuaca panas juga terjadi di Jawa ke arah timur, hingga Bali dan Nusa Tenggara,” kata Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Mulyono R Prabowo di Jakarta, Jumat.

Menurut Mulyono, angin dari belahan bumi selatan lebih kuat sehingga mendesak angin dari belahan bumi utara untuk
bergeser lebih ke utara di garis pertemuan dua massa udara (intertropical convergence zone). Angin belahan bumi selatan berembus dari barat ke timur.

Pusat tekanan rendah

Pemicu kondisi itu adalah terdapat pusat tekanan tinggi di lautan sebelah barat Australia dan pusat tekanan rendah di Darwin, Australia. Akibatnya, angin dari barat Australia bergerak secara kuat ke arah pusat tekanan rendah dan menimbulkan angin yang mencapai Jawa hingga Nusa Tenggara.

Kecepatan angin mencapai 25-30 knot, sedangkan kecepatan angin rata-rata 15 knot. Bahkan, lanjut Mulyono, kondisi cuaca panas sempat terjadi seminggu di Nusa Tenggara karena begitu kuatnya angin dari belahan bumi selatan. ”Karena angin bersifat kering, awan hujan sulit terbentuk. Suhu menjadi sekitar 31 derajat celsius, sedangkan saat hujan berkisar 27-28 derajat celsius,” ujarnya.

Namun, kondisi tersebut tidak terjadi sepanjang hari. Akibatnya, cuaca panas terik bisa berganti ke hujan dalam sehari dengan perbedaan suhu yang signifikan. Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik BMKG A Fachri Radjab mengatakan, perbedaan cuaca bisa terjadi pada musim apa pun mengingat adanya variabilitas cuaca.

Berdasarkan pantauan, Jumat, pusat tekanan tinggi di lautan barat daya Australia bertekanan udara 1.025 milibar, sedangkan pusat tekanan rendah di Darwin 1.005 milibar. Menurut Fachri, angin dari belahan bumi selatan kemungkinan tidak dominan lagi mulai Sabtu sehingga potensi hujan lebih besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com