Jakarta Timur sebagai salah satu pintu masuk warga dari daerah-daerah penyangga Jakarta, berdasarkan data Jabodetabek Public Transportation Policy Implementation Strategy, setiap hari dilalui 2,5 juta perjalanan dari Bekasi. Sementara dari Depok dan Bogor sebanyak 2,2 juta perjalanan, meskipun itu terbagi ke wilayah Jakarta Selatan.
Kantong parkir liar di bawah kolong tol, depan Stasiun Cakung, misalnya, setiap hari dipadati lebih dari 500 sepeda motor. Para pesepeda motor dari Bekasi dan sebagian warga Jakarta Timur itu umumnya menggunakan kantong parkir tersebut karena tak tertampung di areal parkir Stasiun Cakung.
”Sering kali parkir di stasiun sudah penuh, saya tidak kebagian. Makanya masuk parkir kolong tol ini,” kata Asih (35), warga Bekasi yang bekerja di daerah Sudirman.
Tono, pengelola parkir di kolong tol depan Stasiun Cakung itu, mengungkapkan, kantong parkir di sekitar stasiun sudah ada sejak 1990-an. Para pemotor yang parkir tak hanya datang dari Bekasi, tetapi juga warga Jakarta. ”Ini ada pelanggan saya sudah 15 tahun parkir di tempat saya. Dia tinggal di Jakarta Timur, kerja di Cikarang dengan menumpangi kereta,” kata Tono.
Padahal, kantong parkir liar ini hanya menggunakan lahan kolong tol berlantai tanah. Ada kalanya saat hujan, areal parkir itu tak nyaman karena tanah yang basah menjadi licin.
Terbatas
Adapun kantong-kantong parkir resmi dengan areal parkir beraspal di Jakarta Timur masih sangat terbatas. Beberapa areal parkir resmi itu baru tersedia di stasiun kereta, dan areal park and ride di Pusat Grosir Cililitan (PGC) dan Terminal Kampung Rambutan.
Areal park and ride di samping Pusat Grosir Cililitan berupa parkir susun berlantai empat khusus untuk sepeda motor. Areal parkir itu hanya seluas 200 meter persegi. Namun, karena berlantai empat, areal parkir itu dapat menampung hampir 1.000 sepeda motor.
Rima (35), salah seorang pengguna park and ride di samping PGC ini, mengaku sangat membutuhkan kantong-kantong parkir, karena itu dapat memudahkannya dalam mobilitas ke beberapa tempat. ”Saya tinggal parkir sepeda motor, kemudian naik bus transjakarta,” kata Rima yang bekerja sebagai sales produk.
Namun, karena berdampingan dengan PGC, areal park and ride juga digunakan oleh para pengunjung PGC. Apalagi, sampai sekarang areal parkir itu masih gratis.
Bahkan, di kawasan persimpangan Cawang di Jalan Sutoyo, Jakarta Timur, kantong parkir seluas hampir 1.000 meter persegi sudah beroperasi sejak 1985. Sarif (48), pengelola parkir itu, mengungkapkan, setiap hari ada 300 sepeda motor dan 20 mobil parkir di areal parkir tempatnya.
Menurut Sarif, saat ini jumlah kendaraan yang parkir di tempatnya agak berkurang dibandingkan 10 tahun lalu lantaran muncul dua areal parkir yang menyerupai miliknya.
”Kendaraan yang parkir di tempat kami berkurang karena terbagi ke areal parkir yang ada di kanan dan kiri tempat kami,” ujarnya.
Di sekitar Terminal Kampung Rambutan pun, kantong-kantong parkir liar menjamur di balik warung-warung di sepanjang jalan raya. Hampir setiap hari, kantong-kantong parkir itu dipadati sepeda motor.
”Ada warga Bogor atau Depok yang bekerja di Jakarta, dan juga sebaliknya. Biasanya, di akhir pekan, mereka membawa motornya pulang,” kata seorang penjaga kantong parkir di sekitar Terminal Kampung Rambutan. (MDN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.