Lima orang itu berasal dari Suku Dinas (Sudin) Pendidikan Jakarta Barat dan Pusat serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI. Identitas lima orang itu dirahasiakan demi kepentingan penyelidikan lebih lanjut.
Lasro juga menyinggung kemungkinan keterlibatan oknum wali kota dalam kasus itu. "Kalau Wali Kota kan (diperiksa) Kapenko (Kepala Inspektorat Kota) saja. Itu sudah dapat informasi ya," tambah Lasro.
Menurut dia, penyelidikan yang terpusat pada dugaan di APBD 2014 bisa saja berkembang menyasar oknum-oknum yang juga bermain di APBD 2015. Namun untuk sampai pada titik tersebut, semua pihak yang diduga "bermain" harus diperiksa terlebih dahulu. Dari sana, akan ada benang merah memperlihatkan fakta yang dicari.
Sebelumnya Inspektorat DKI melakukan pemeriksaan juga audit terhadap Bappeda DKI. Inspektorat DKI sendiri pada Selasa (17/3/2015) telah memeriksa mantan pegawai Bappeda bernama Wahyu Wijayanto.
Wahyu diduga menjadi "alat" DPRD DKI untuk meng-input serta meloloskan pokok pikiran (pokir) DPRD. Di Bappeda saat itu, Wahyu menjabat sebagai Kepala Bidang Program dan Pembiayaan Bappeda DKI. Saat itu, Bappeda dipimpin oleh Sarwo Handayani dan Andi Baso Mappapoleonro. Kini, Wahyu menjabat sebagai Inspektur Pembantu Kepala Kantor Perencanaan Pembangunan Kota Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan, pada tahun 2014 lalu, Bappeda sengaja mengganti nomenklatur seolah-olah dana operasional tak bisa digunakan untuk anggaran mendahului. Sementara, honor pekerja harian lepas (PHL), tunjangan pembayaran TALI (telepon, air, listrik, dan internet) yang ada dalam dana operasional itu sudah dikunci oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Akibatnya, dana itu tak bisa digunakan. Basuki pun mengibaratkan permainan oleh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) ini seperti berperang dengan alien.