JAKARTA, KOMPAS.com - S (56) tidak pernah mengira pada Selasa (21/4/2015) selepas magrib tadi, sekitar pukul 18.30, istrinya ZS (55) "disandera". Sekitar sembilan orang mendadak mendatangi rumah S yang berlokasi di perumahan Raffles Hills, di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Belakangan diketahui sang "penyandera" adalah petugas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI. Istri mantan pengusaha yang bergerak di bidang kontraktor tersebut rupanya tercatat sebagai penanggung pajak CV GSP.
CV yang dimiliki pasangan suami istri asal Yogyakarta ini terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Yogyakarta menunggak pajak sebesar Rp 326 juta. Alhasil, petugas pajak pun mencomot ZS ketika sedang berada di rumahnya. ZS kini "disandera" di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Kepada wartawan di depan Rutan Pondok Bambu, Selasa malam, S menceritakan, "penyanderaan" bermula saat rumahnya didatangi tamu yang mengaku hendak membeli rumah. Tamu tersebut datang seorang diri.
Mulanya ia tak menaruh curiga. Sampai tiba-tiba beberapa orang yang mengaku dari Bareskrim Polri membuat "ramai" di rumah S. Orang yang mengaku Bareskrim Polri ini mengatakan kalau tamu S tersebut, sudah menabrak orang. Begitu tamunya dibawa keluar, muncul petugas wajib pajak yang kemudian mencomot istri S.
"Jadi tamu tadi itu cuma memastikan kalau istri saya ada (di rumah)," ujar S.
Setelah menyadari bahwa hal tersebut hanya untuk membawa istrinya, S kemudian meminta penjelasan. Dijelaskan petugas yang datang bahwa istri S mempunyai tunggakan pajak Rp 326 juta.
S mengklaim, petugas menjanjikan agar istrinya dipertemukan dengan para pimpinan kantor pajak soal masalah itu. Alih-alih bertemu pimpinan kantor pajak, istri S justru dijebloskan ke Rutan Pondok Bambu.
"Mereka enggak ngomong kalau mau dibawa ke penjara, katanya ketemu pimpinan. Saya sempat tanya, 'jaminannya apa' (bawa istri), mereka enggak ngomong. Tahunya dibawa ke sini," ujar S.
S mengklaim, dia merasa dizalimi. Sebab, dia mengaku bahwa CV GSP miliknya tersebut sudah tak memiliki kewajiban pajak. CV tersebut, menurutnya, sudah ditutup sejak 2010. Dia mengaku telah mengurus penutupan CV nya di pemerintahan.
Ternyata, setahun kemudian, pihak kantor pajak menyatakan dirinya masih memiliki wajib pajak. "Ternyata, dibilang masih punya kena wajib pajak asetnya," ujar S.
S mengaku, tak tahu soal ini. Ia mengklaim, selama CV-nya aktif dulu, ia tak pernah bermasalah soal tunggakan pajak di KPP Yogjakarta. Ia pun telah pindah tahun 2005 ke Jakarta, meski baru menutup CV nya sejak tahun 2010. Dia mengatakan, pihak kantor pajak memang pernah menyuratinya soal tunggakan itu.
"Nyuratin terus, ya enggak bakalan ketemu, orang sudah di Jakarta," ujarnya.
S mengatakan, kalau ia telah melunasi pajak itu, maka istrinya akan dilepas dari Rutan Pondok Bambu. Ia pun akan menggunakan kuasa hukum untuk menyelesaikan masalahnya.
"Saya akan menggunakan kuasa hukum. Tapi saya juga sangat paham, ini Indonesia rakyat jelata tidak akan menang," kata dia.