Selain itu, pemerintah juga harus bisa menjamin jika para pekerja seks yang berada di pinggir jalan tidak lagi berkeliaran. Sebab, sudah ada lokalisasi yang menampung para pekerja seks. Selama ini, kata Rinto, akses prostitusi dapat diakses oleh siapa pun. Termasuk anak-anak di bawah umur.
"Sekarang ini kan prostitusi bisa diakses oleh siapapun. Dia bisa booking dunia maya. Kalau dengan lokalisasi ada pembatasan usia," ucap Rinto.
Misalnya, dia menyebut di beberapa tempat lokalisasi kumuh di bantaran rel kereta, anak-anak di bawah umur bebas menikmati prostitusi dengan harga cukup murah. Inilah yang kemudian membuat lokalisasi menjadi alternatif untuk membatasi akses ini untuk anak-anak.
Alternatif usaha
Rinto menyebut, adanya lokalisasi bukan bagian untuk menyetujui praktik prostitusi, melainkan memutus rantai penyebaran prostitusi yang kian menjamur hingga ke pelosok. "Lokalilasi ini bukan melegalkan prostitusi. Tapi supaya pekerja seks gak masuk ke kampung-kampung. Kalo lokalisasi ada, praktik prostitusi kampung tidak ada lagi," kata Rinto.
Selama ini, kesehatan penularan penyakit seperti HIV/AIDS rentan terjadi antara pengguna jasa prostitusi. Terlebih mereka yang tidak dapat dikontrol dengan baik. "Pentingnya untuk memantau populasi PSK dan kesehatan mereka," ucap Rinto.
Ia pun tak menampik jika dalam lokalisasi itu para pekerja seks dapat diberikan bekal soal reproduksi kesehatan. Apalagi dapat terbuka kesempatan untuk peningkatan kemampuan dalam pembuatan produk.
"Kalau misalnya separuh dari PSK karena desakan ekonomi, ya harus berikan pilihan alternatif. Salah satunya pembuatan produk. Enggak berhenti di situ, pekerja seks yang membuat produk pun harus disiapin pasarnya," kata Rinto.