Meski begitu, masih banyak pengendara yang tidak mengetahui apa arti garis itu. Jangankan mengetahui, 'ngeh' pun tidak.
Yavet Masan (26) misalnya. Ketika Kompas.com bertanya perihal YBJ, pria yang setiap hari mengendarai sepeda motor dari rumahnya di Permata Hijau ke kantornya di Kebon Jeruk mengaku baru kali pertama mendengarnya.
"Nggak merhatiin deh, asli. Paling liatnya lampu lalu lintas dan papan petunjuk jalan," ujar dia.
Adji Virdian (25) yang setiap hari melewati sejumlah persimpangan dari rumahnya di Lenteng Agung ke kantornya di bilangan Kuningan juga mengaku tidak menyadari ada garis YBJ.
"Garis yang mana, sih? Yang putih? Enggak pernah lihat garis kuning kayaknya," ujar dia.
Yanny Donna (29), karyawati di bilangan Kelapa Gading, mengatakan pernah melihat garis kuning itu. Namun, dia lupa, di mana pernah melihatnya. Dia pun mengira garis kuning kotak tersebut adalah area untuk pemberhentian sepeda motor.
"Tahu ada kotak kuning itu, tetapi kirain itu untuk berhenti motor," ujar Yanny.
Yanny mempertanyakan apa fungsi garis itu sebenarnya. Jika garis tersebut dibuat demi kelancaran arus lalu lintas, dia sangat menyayangkan masih banyak pengguna jalan, termasuk dirinya, yang tidak mengetahui fungsi YBJ.
Ia juga lebih menyayangkan tidak adanya sosialisasi soal garis tersebut. Lantas, apa sih sebenarnya YBJ itu?
YBJ adalah marka jalan yang mulai digunakan di Indonesia sejak 2010. Dikutip dari situs Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya, Sabtu (20/6/2015), YBJ berfungsi untuk mencegah agar arus lalu lintas (lalin) di persimpangan tidak terkunci saat kepadatan terjadi.
Saat arus lalin padat, pengendara cenderung untuk terus menerobos lampu lalu lintas, meski merah. Nah, garis YBJ ini menjadi semacam garis pembatas yang tidak boleh dilintasi oleh pengendara ketika antrean kendaraan di area persimpangan padat.
Pada sisi jalan lain ketika lampu lalu lintas menyala hijau pun, pengguna kendaraan tidak diperbolehkan melewati garis tersebut jika masih ada kepadatan di dalam area YBJ. Mereka baru bisa melanjutkan perjalanan jika YBJ telah kosong, dan tentunya jika warna lampu lalu lintas sudah hijau.
Menurut Pasal 287 ayat (2) juncto Pasal 106 ayat (4) huruf a, b dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hukuman pidana bagi pelanggar YBJ adalah kurungan dua bulan penjara atau denda Rp 500.000.
Sama seperti marka dan rambu lainnya, YBJ tentu akan berfungsi maksimal jika ada kesadaran pengguna jalan. Kesadaran itu pula yang menjadi kunci kelancaran arus lalu lintas. Namun, sebelum berbicara soal niat baik adanya YBJ, alangkah baiknya jika YBJ disosialisasikan terlebih dulu ke masyarakat, bukan?