Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Antisipasi Penculikan Anak

Kompas.com - 02/09/2015, 18:39 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Kasus penculikan anak yang sering terjadi di Ibu Kota menyebabkan warga makin antisipatif. Demi keamanan anak-anak mereka, masyarakat mengambil berbagai langkah preventif sembari menanti upaya pemerintah mencegah terjadinya kasus serupa.

Setelah kasus penculikan Sintya (6) di Jakarta Timur pada Juli lalu, Minggu (23/8) terjadi kembali kasus yang sama pada bocah berusia 11 tahun di pinggir metropolitan. AL yang duduk di kelas VI SD diculik dari depan Masjid Al Ijtihad, Kompleks Legenda Wisata, Cibubur, Kabupaten Bogor. Sekitar 40 menit kemudian, AL ditemukan tidak jauh dari masjid oleh seorang petugas keamanan dalam kondisi tidak berbaju, tubuh penuh luka lebam, dan linglung.

Tidak hanya Sintya dan AL yang menjadi korban penculikan. Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sampai Juli 2015, ada 40 kasus anak hilang yang dilaporkan. Ini berarti setiap bulan minimal lima anak menghilang. Adapun Komnas Perlindungan Anak mencatat, kasus anak hilang meningkat dari 111 menjadi 196 kasus pada 2013-2014.

Banyaknya penculikan anak menyebabkan warga Ibu Kota cemas, sebagaimana tampak dari kekhawatiran nyaris semua responden. Kegelisahan makin meningkat akibat cepatnya berita-berita penculikan tersebar di sosial media.

Tujuh dari setiap 10 warga Jakarta menyatakan sepanjang enam bulan terakhir pernah mendapat informasi anak hilang melalui media sosial. Berbeda dengan pemberitaan media televisi, koran, dan radio, dampak informasi medsos terasa lebih "menusuk".

Sebagai respons dari kondisi itu, warga tampaknya juga makin jeli mencari cara mengantisipasi penculikan anak. Mengawasi pergaulan anak secara lebih ketat dipilih paling banyak bagian responden (30 persen) di samping langkah lain, seperti menjaga komunikasi setiap hari dengan anak (11,6 persen responden).

Dua cara tersebut, antara lain, dilakukan Mina (35) untuk menjaga kedua anaknya dari bahaya penculikan. "Saya sering mengajak ngobrol anak-anak, jadi seperti teman, lah. Juga lebih mengawasi anak saya yang SMP," cerita ibu yang mengantar-jemput dua anaknya sendiri ke sekolah demi keamanan keluarganya.

Satu dari empat responden berusaha melindungi anak mereka dengan mengajarkan kepada anak untuk bersikap waspada terhadap orang asing. Caranya dengan menolak diajak pergi dan tidak menerima hadiah dari orang lain tanpa izin orangtua.

Selain itu, anak dilatih untuk tidak sembarangan mempersilakan orang asing masuk ke dalam rumah serta tidak bepergian keluar rumah sendiri tanpa ditemani orang dewasa.

Penggunaan teknologi bahkan dipakai oleh sekelompok responden untuk membantu mengawasi anak. Yoke (37), misalnya, memakaikan anaknya alat pemantau elektronik. "Aku memakai kids tracker watch untuk mengawasi anakku ke mana pun dia pergi," kata karyawan yang berkantor di Senayan ini.

Yoke menjelaskan, jam tangan yang dikenakan sang anak dihubungkan dengan aplikasi khusus Google Maps sehingga pergerakan anak bisa dipantau. Jam tersebut juga bisa digunakan untuk sarana komunikasi atau saling bertelepon antara anak dan orangtuanya.

Persoalan rumah tangga

Meski frekuensinya naik, kasus penculikan anak sebenarnya lebih banyak dilatarbelakangi persoalan rumah tangga ketimbang motivasi kriminal. Menurut KPAI, kisruh rumah tangga antara suami dan istri yang tidak harmonis jadi penyebab dominan kasus penculikan anak. Selama 2009-2010, KPAI mencatat, dari 169 kasus yang terjadi, 70 persen adalah perebutan anak berlatar belakang perceraian suami-istri.

Faktor kedua, lemahnya pengawasan dan penjagaan dari orangtua saat anak bermain di luar rumah. Kasus hilangnya Sintya di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Kramatjati, Jakarta Timur, menjadi contoh kelengahan para orangtua yang dimanfaatkan penculik.

Motif ekonomi, seperti meminta uang tebusan atau balas dendam, merupakan modus penculikan lain. Kelainan perilaku penculik juga bisa menjadi penyebab penculikan. Anak-anak diculik terkadang untuk tujuan kejahatan lain yang lebih besar, misalnya perdagangan manusia, jual-beli organ tubuh, keperluan peredaran narkoba, atau aksi terorisme.

Tunggu pemerintah

Dalam perayaan Hari Anak Nasional di Bogor, Juli lalu, Presiden Joko Widodo memberikan penghargaan kepada Provinsi DKI Jakarta dan beberapa daerah lain sebagai Provinsi Layak Anak. Wilayah yang mendapat apresiasi ini adalah daerah yang dinilai telah menyelenggarakan program pembangunan daerah yang mempertimbangkan kepentingan anak, termasuk perlindungan terhadap anak.

Namun, penghargaan ini belum sesuai dengan penilaian warga Jakarta. Mayoritas publik Jakarta menilai upaya pemerintah untuk meningkatkan keamanan anak masih belum optimal. Menurut Mina (30), salah seorang responden di Rawamangun, Jakarta Timur, polisi seharusnya lebih banyak melakukan patroli. Pemasangan CCTV yang lebih banyak, seperti direncanakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, juga harus cepat direalisasikan. (M PUTERI ROSALINA/LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com