JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan tidak akan memblokir aplikasi Uber dan GrabCar. Alasannya, masyarakat membutuhkan layanan transportasi yang menggunakan kedua aplikasi itu.
"Kalian (wartawan) mau enggak diblokir? Kalau diblokir, nanti pulang mau naik apa?" kata Rudi saat memberikan keterangan pers di kantor Kemenkominfo, Selasa (15/3/2016).
Rudi menyadari bahwa layanan transportasi yang dijalankan Uber dan GrabCar banyak dikeluhkan karena dianggap menyalahi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun, ia menyebutkan bahwa baik GrabCar maupun Uber tengah mengajukan proses untuk kelengkapan legalitasnya.
Menurut Rudi, GrabCar ataupun Uber sudah memilih koperasi untuk bentuk badan usaha yang akan mewadahi para pemilik mobil yang bekerja sama dengan mereka.
"Dishub (Dinas Perhubungan DKI) menyampaikan harus ada wadah organisasi dan yang dipilih kemudian koperasi," ujar Rudi.
Layanan transportasi yang berbasis aplikasi Uber dan GrabCar sudah sering dikeluhkan perusahaan-perusahaan taksi. Penyebabnya, kendaraan yang digunakan Uber dan GrabCar menggunakan mobil pribadi sehingga tidak terbebani pajak angkutan umum.
Bagi perusahaan taksi, hal ini merugikan mereka yang mengurus berbagai perizinan dan membayar sejumlah pajak serta retribusi pada pemerintah.
Puncaknya, pada Senin (14/3/2016), ribuan sopir taksi berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Balai Kota DKI Jakarta, dan Kantor Kemenkominfo. Mereka mendesak agar pemerintah menindak Uber dan GrabCar.
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta menilai penindakan terhadap Uber dan GrabCar bisa dilakukan jika aplikasinya diblokir oleh Kemenkominfo. Karena itu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan melayangkan surat rekomendasi pemblokiran ke Kemenkominfo pada Senin kemarin.