JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui pencatatan aset di Pemerintah Provinsi DKI masih berantakan. Hal ini akhirnya sering menjadi temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pria yang akrab disapa Ahok ini mengatakan, kesalahan dalam pencatatan aset terkadang juga disebabkan oleh oknum PNS.
"Yang paling sering bermasalah itu pembelian tanah. Misalnya, dia beli tanah aset yang sudah tercatat di kita," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (3/6/2016).
"Ada oknum PNS yang palsuin dokumen. Itu tanah kita, aset kita, dia tip-ex dan dia ganti bahwa itu bukan tanah kita. Kita akan periksa," ucap Ahok.
Terkait temuan-temuan ini, Ahok akan melakukan rapat bersama SKPD terkait aset. Selain pemalsuan dokumen oleh oknum PNS, Ahok mengatakan, oknum juga sering membuang dokumen aset. Sehingga, ketika masuk ke persidangan, Pemprov DKI tidak memiliki sertifikat asli asetnya.
Ahok juga mengatakan, banyak oknum hakim yang tidak mengakui aset Pemprov DKI hanya karena tidak memiliki sertifikat asli. Padahal, kata Ahok, hal itu bisa diperiksa di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Terus kita mau minta surat keterangan dari oknum, dikasih keterangan bahwa tidak ada atau aset ini tuh bukan punya kami dan kami sewa sama orang. Wah ini jahatnya sudah satu set," ujar Ahok.
Pemprov DKI Jakarta kembali mendapatkan predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP) untuk tahun anggaran 2015.
Anggota V BPK RI Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, salah satu faktor yang membuat laporan keuangan DKI 2015 mendapat opini WDP adalah belum adanya pencatatan piutang dari konversi kewajiban pengembang untuk membangun rumah susun.
Pemprov DKI juga belum mengatur pengukuran nilai aset fasilitas sosial dan fasilitas umum milik para pemegang surat izin penunjukan penggunaan tanah atau SIPPT.