Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banding Remaja Pembunuh Karyawati dengan Pacul Ditolak, Kuasa Hukum Ajukan PK

Kompas.com - 09/09/2016, 13:18 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis


TANGERANG, KOMPAS.com -
Pengadilan Tinggi Banten disebut telah menolak permohonan banding RA (16), terpidana pembunuh karyawati EF (19) dengan pacul, di Kosambi, Kabupaten Tangerang. Hal itu diungkapkan oleh salah satu kuasa hukum RA, Alfan Sari, ketika berbincang dengan Kompas.com, Jumat (9/9/2016) siang.

"Jadi, banding kami dikalahkan per 1 Agustus 2016 lalu dan sudah inkracht (in kracht van gewijsde). Tapi, kami heran, karena kami tidak pernah tahu sampai di mana proses banding tersebut berjalan. Tahu-tahu, kami dikabari lewat orangtua RA seperti itu," kata Alfan.

Pihak RA mengajukan banding atas putusan majelis hakim peradilan anak di Pengadilan Negeri Tangerang yang menjatuhkan vonis sepuluh tahun penjara pada 16 Juni 2016. Oleh majelis hakim, RA dinyatakan memenuhi unsur tindak pidana pembunuhan berencana dan terbukti membunuh EF di kamar mes karyawan PT Polyta Global Mandiri, Mei 2016 lalu.

Alfan mengungkapkan, sebagai kuasa hukum yang mendampingi RA, dia merasa pihak Pengadilan Tinggi tidak adil. Hal itu dikarenakan tidak adanya salinan putusan untuk kuasa hukum, bahkan hingga terakhir memori banding dikirim ke Pengadilan Tinggi Banten.

"Kami tidak diberikan salinan putusan sampai saat ini dengan berbagai alasan yang tak masuk akal," tutur Alfan.

Menanggapi kondisi seperti itu, Alfan dan pihak RA sepakat mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Proses permohonan PK hingga saat ini sedang ditempuh oleh kuasa hukum.

"Kami pastikan, tetap memperjuangkan hak-hak RA hingga PK. Ini bukan masalah menang atau kalah, tetapi kami ingin penegakkan hukum ada pada tempatnya," ujar Alfan.

RA dikenakan hukuman maksimal bagi terdakwa anak di bawah umur, yakni hukuman penjara sepuluh tahun, dengan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana sebagai pasal primer dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati.

Namun, mengingat RA masih di bawah umur saat divonis, dan ketentuan pengenaan hukuman didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, ada pengecualian yang membuat terdakwa hanya dapat setengah dari ancaman hukuman maksimal orang dewasa, yakni sepuluh tahun.

Kompas TV Pembunuh "Pacul" Dituntut 10 Tahun Penjara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com