Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Kasus Akseyna Belum Juga Terungkap?

Kompas.com - 07/10/2016, 12:06 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kematian Akseyna Ahad Dori (19) masih menyisakan pertanyaan bagi keluarganya. Satu setengah tahun sejak mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Indonesia itu tewas, polisi belum juga menemukan pelaku pembunuhan itu.

Rabu (5/10/2016), Ombudsman RI memanggil penyidik Polda Metro Jaya untuk mempertanyakan sejauh mana penyelidikan kasus itu berjalan. Namun, Kabid Humas Plda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono mengatakan, pihaknya tidak sempat menghadiri pertemuan tersebut.

"Karena kesibukan, jadi penyidik tidak bisa datang, kami sudah konfirmasi ke pihak Ombudsman," kata Awi di Mapolda Metro Jaya, Jumat ini.

Pekan depan, rencananya Ombudsman akan memanggil lagi penyidik, yaitu tim dari Polda Metro Jaya dan Polresta Depok.

Secara terpisah, Kasat Reskrim Polresta Depok Komisaris Teguh Nugroho mengungkapkan sulitnya menetapkan tersangka dalam kasus itu. Teguh yang saat kematian Akseyna pada Maret lalu belum menjabat sebagai Kasat Reskrim mengatakan, jeda waktu dalam pengungkapan identitas dan olah TKP menjadi kunci sulitnya mengungkap kejahatan itu.

"Ada jeda waktu empat hari dari penemuan mayat sampai ketahuan identitasnya. Itu memberi ruang bagi pelaku untuk menghilangkan barang bukti," kata Teguh.

Terlebih lagi, kata dia, saat itu dugaan yang muncul adalah Akseyna meninggal akibat bunuh diri.

Sepekan setelah Akseyna ditemukan di Danau Kenanga UI pada 26 Maret 2015, barulah muncul kemungkinan Akseyna dibunuh.

"Dugaan bunuh diri kan dari surat wasiat yang beredar di medsos," kata Teguh.

Belakangan setelah visum et repertum dan autopsi mendalam, terbukti ada tanda penganiayaan di tubuh Aksyena. Lebam di kepala, bibir, dan telinga Akseyna dicurigai sebagai indikasi bahwa ia sempat dianiaya.

Kejanggalan lain ada di surat wasiat yang menurut pakar tulisan menunjukkan perbedaan dengan milik korban. Polisi kemudian mengarahkan penyelidikan untuk mencari tersangka.

"Suasana kebatinan para penyidik waktu menemukan mayat itu berbeda, baru penyelidikan pembunuhan kan belakangan," kata Teguh.

Teguh mengaku kini sudah mengantongi satu alat bukti untuk menetapkan tersangka. Sesuai KUHAP yang berlaku, perlu dua alat bukti untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Kalau berdasarkan pengalaman empiris selama ini, pembunuhan seperti ini biasanya dilakukan oleh pelaku yang dekat dengan korban, yang terakhir kali bersama korban, dan biasanya kembali untuk mengacak-acak TKP," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Viral Video Sekelompok Orang yang Diduga Gangster Serang Warga Bogor

Megapolitan
PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

PKS dan Golkar Berkoalisi, Dukung Imam Budi-Ririn Farabi Jadi Pasangan di Pilkada Depok

Megapolitan
Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Cerita Pinta, Bangun Rumah Singgah demi Selamatkan Ratusan Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok: Jangan Hanya Jadi Kota Besar, tapi Penduduknya Tidak Kenyang

Megapolitan
Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Jukir Minimarket: Kalau Dikasih Pekerjaan, Penginnya Gaji Setara UMR Jakarta

Megapolitan
Bakal Dikasih Pekerjaan oleh Pemprov DKI, Jukir Minimarket: Mau Banget, Siapa Sih yang Pengin 'Nganggur'

Bakal Dikasih Pekerjaan oleh Pemprov DKI, Jukir Minimarket: Mau Banget, Siapa Sih yang Pengin "Nganggur"

Megapolitan
Bayang-bayang Kriminalitas di Balik Upaya Pemprov DKI atasi Jukir Minimarket

Bayang-bayang Kriminalitas di Balik Upaya Pemprov DKI atasi Jukir Minimarket

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com