JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak pihak menginginkan agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) di DKI Jakarta bisa berlangsung damai.
Salah satunya dengan membebaskan pesta demokrasi tersebut dari isu SARA.
Masyarakat ingin agar pasangan calon yang ada bertarung dapat menonjolkan visi, misi, dan program yang akan dilakukannya untuk Jakarta, atau bukan melakukan persaingan yang tidak sehat dengan menggunakan isu SARA.
Namun, mewujudkan hal tersebut bukan perkara mudah. Apalagi, Jakarta dinilai belum berada di posisi terbaik dalam hal kerukunan antar-warga.
(Baca juga: Paslon Cagub-Cawagub DKI Terancam Gugur bila Akun Medsos Resmi Sebarkan Isu SARA)
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Syafii Mupid mengatakan, berdasarkan indeks kerukukan yang diukur Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri RI, Jakarta belum termasuk yang terbaik.
"DKI Jakarta itu belum yang terbaik, masih di bawah angka lima-lah," kata Syafii dalam acara Media Gathering Bawaslu DKI Jakarta dengan tema "Mendorong Pilkada DKI yang Cerdas, Damai dan Tanpa SARA", di sebuah hotel di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/10/2016).
Indikator yang diukur, lanjut dia, mulai dari kerukunan umat beragama, konflik sosial, tawuran, dan masalah premanisme.
FKUB berharap, Pilkada DKI Jakarta 2017 bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan peringkat DKI dalam hal kerukunan.
Ibu Kota saat ini dinilai masih kalah dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menempati urutan pertama dalam hal tersebut, disusul Sulawesi Utara, dan Kalimantan Tengah.
"Nah, Jakarta itu masih belum. Karena itu upaya membangun kerukunan umat beragama di DKI itu terus kami lakukan," ujar Syafii.
(Baca juga: FKUB Ingin Pilkada Jadi Momentum Tingkatkan Kerukunan di Jakarta)
Demokrasi yang matang
Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Ishomuddin, menyampaikan pendapat senada.
Ia berharap, tidak ada isu SARA yang dimainkan dalam pilkada mengingat Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi demokrasi.
Menurut dia, persaingan politik yang menghalalkan cara tidak sehat hanya menunjukkan demokrasi yang tidak matang.
Ia juga melarang penggunaan ajaran agama semata-mata untuk kepentingan politik saat pilkada.